Amnesty International: Butuh Kemauan Politik untuk Ungkap Tuntas Kasus Munir
Berita Baru, Jakarta – Pada 7 September 2024, tepat dua dekade setelah kematian aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, Amnesty International Indonesia kembali menyoroti lambannya penuntasan kasus ini. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa pengungkapan kasus Munir masih terhambat oleh kurangnya kemauan politik, meski indikasi keterlibatan petinggi negara sudah jelas.
“Pembunuhan Munir bukan kejahatan biasa. Ini adalah kejahatan luar biasa yang dilakukan secara sistematis dengan indikasi kuat keterlibatan pejabat negara, terutama unsur intelijen yang menyalahgunakan kekuasaannya,” tegas Usman Hamid dalam siaran pers yang terbit pada Sabtu (7/9/2024) oleh Amnesty Internasional Indonesia. Ia juga menyayangkan bahwa kemampuan aparat hukum yang mumpuni tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk menyelesaikan kasus ini.
Munir meninggal pada 7 September 2004 akibat dosis mematikan senyawa arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia rute Jakarta – Singapura – Amsterdam. Meskipun beberapa langkah penyelidikan telah dilakukan, termasuk pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) dan proses pengadilan, hingga kini dalang utama di balik pembunuhan Munir belum tersentuh hukum. “Penyelidikan ini terhambat bukan karena kekurangan kemampuan, tetapi karena kurangnya kemauan politik,” tambah Usman.
Penjelasan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga memberikan titik terang. Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan, menyatakan bahwa penyelidikan pro justisia terhadap kasus Munir masih berlangsung, dengan pengumpulan bukti dan permintaan keterangan saksi yang terus berjalan.
Namun, meskipun ada kemajuan, Usman menekankan bahwa keberhasilan penyelidikan Komnas HAM tidak akan berarti banyak tanpa adanya dukungan politik dari pemerintah. “Seandainya pun Komnas HAM berhasil menuntaskan penyelidikan, hasilnya masih sangat bergantung pada kemauan politik negara untuk mengambil langkah lebih lanjut,” jelasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu kemauan politik semakin menonjol setelah laporan hasil penyelidikan TPF yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2004 dinyatakan hilang. Pemerintah pun tidak pernah secara resmi mengumumkan hasil laporan TPF, meski Komisi Informasi Publik (KIP) pada 2016 telah meminta agar laporan tersebut diungkap ke publik.
Usman Hamid mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya proses tersebut. “Hilangnya dokumen TPF saja sudah menjadi bukti nyata betapa rendahnya kemauan politik negara dalam mengusut tuntas kasus Munir. Ini sungguh tak dapat dipercaya dan tidak masuk akal,” tuturnya.
Pada masa awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo berjanji akan menyelesaikan kasus ini. Namun, hingga kini, langkah nyata untuk memenuhi janji tersebut belum terlihat. “Dua puluh tahun setelah kematiannya, kita masih menuntut hal yang sama: kebenaran dan keadilan,” kata Usman. “Negara harus bangun dari tidur panjangnya.”
Amnesty International bersama sejumlah organisasi HAM terus mendesak agar kasus Munir diungkap secara transparan. Kasus ini bukan hanya soal Munir, tetapi juga terkait ribuan korban pelanggaran HAM lainnya yang menuntut keadilan dari negara.