Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Alissa Wahid
Alissa Qotrunada Munawaroh Wahid (Alissa Wahid) menerima penghargaan Soetandyo Award dari FISIP UNAIR, Selasa (14/12). (Foto: Agus Irwanto/UNAIR)

Alissa Wahid Terima Anugerah Soetandyo Award 2021



Berita Baru, Jakarta – Pejuang Kaum Minoritas, Alissa Wahid menerima Anugerah Soetandyo Award 2021 pada hari Selasa (14/12), di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya, Jawa Timur.

Penghargaan tersebut diberikan berkat kerja kemanusiaan yang dilakukannya bersama Jaringan Gusdurian, LKKNU dan lain sebagainya, khususnya terkait gerakan sosial, pemberdayaan masyarakat, HAM, aktivisme inklusi dan gender.

“Anugerah ini saya terima sebagai amanah dan refleksi diri. Saya masih seorang murid yang mencoba meneladani sosok Soetandyo. Hari ini saya diingatkan Prof. Tandyo dan UNAIR untuk meneguhkan tekad, kemana akan saya arahkan energi, pikiran, waktu, dan uang saya bagi perjuangan yang lebih besar,” kata Alissa Wahid dalam sambutannya.

Alissa menceritakan bagaimana sejak sang Ayah, Abdurrahman Wahid, menjabat sebagai presiden, ia sulit tampil di ruang publik demi menjaga privasi. Namun ia mengungkap, seusai wafatnya sang Ayah, banyak kaum minoritas datang kepadanya dan keluarga.

“Mereka datang ke kami dan bertanya, siapa yang akan membela mereka setelah Gus Dur wafat? Hal tersebut mendorong kami berpikir untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan Gus Dur,” tutur Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.

Alissa yang juga Sekretaris Jenderal Gerakan Suluh Kebangsaan menyebut, momen tersebut yang kemudian menerjunkan dirinya untuk berjuang dari desa ke desa mengusahakan hak-hak kaum marginal dan menjahit jaringan murid-murid Gus Dur yang tersebar di berbagai daerah.

“Saat itu saya bukan siapa-siapa. Punya uang tidak, dikenal tidak, sumber daya tidak ada. Saya hanya membawa semangat yang sudah diperjuangkan ayah, kakek, hingga buyut saya,” kenang Alissa.

Dalam kesempatan itu, ia juga menceritakan bagaimana pihaknya sering kali harus berhadapan dengan elit pemerintahan saat mendampingi kelompok minoritas. Keislamannya pun acapkali dipertanyakan saat memperjuangkan hak-hak kebebasan beragama bagi kalangan minoritas.

Namun, Ia tidak mengelak dan merasa takut akan itu semua. Petuah dari sang ayahanda, Gus Dur, selalu menjadi prinsip bagi dirinya dalam bertindak.

“Dalam hidup nyata dan perjuangan tidak mudah. Kita bukan tokoh dongeng dan mitos yang gagah berani dan penuh sifat kepahlawanan. Meski takut kita jalan terus, berani melompati pagar batas ketakutan tadi. Mungkin di situ harga kita ditetapkan,” ucap Alissa, mengutip nasihat dari sang Ayahanda.

Melalui penghargaan yang diberikan FISIP UNAIR tersebut, Alissa menegaskan komitmennya untuk terus belajar dan mengamalkan karakter yang telah diajarkan baik oleh Gus Dur maupun Prof. Soetandyo.

“Mereka adalah sosok principle centered leader yang menempatkan prinsip sebagai poros hidupnya. Untuk itu, saya berterima kasih atas penghargaan ini dan berusaha melanjutkan perjuangan Prof. Soetandyo akan nilai-nilai HAM dan inklusivitas,” katanya.

Soetandyo Award merupakan penghargaan yang terinspirasi dari nilai-nilai yang diteladankan oleh Prof. Soetandyo Wignyosoebroto sang penggagas berdirinya FISIP UNAIR dan juga aktivis hukum dan HAM di Indonesia. Soetandyo Award 2021 digelar bersamaan dengan Dies Natalis FISIP UNAIR.

Pada tahun ketujuh, Soetandyo Award istimewa karena pertama kalinya FISIP UNAIR menganugerahkan penghargaan kepada dua tokoh sekaligus, diantaranya, Prof. KH. Nasaruddin Umar dan Alissa Qotrunada Munawaroh Wahid (Alissa Wahid).