Afghanistan dalam Bayang-bayang Kemiskinan
Berita Baru, Internasional – Usai pengambilalihan pemerintahan Afghanistan oleh Taliban, kemiskinan menjadi slaah satu masalah utama yang hari ini dihadapi warga Afghanistan.
“Harga-harga meroket, tingkat kemiskinan tinggi, dan saya adalah satu-satunya pencari nafkah di keluarga saya, memiliki taksi dan berkeliling di jalanan dari fajar hingga senja demi menghidupi keluarga saya,” ungkap Wahidullah, salah seorang warga Kabul.
Menjadi tulang punggung beranggotakan 22 orang, Wahudullah yang tinggal di Desa Shiwaki di pinggiran Kabul, ibu kota Afghanistan, menyebut bahwa kemiskinan telah memukul keadaannya di mana ia tak lagi mampu membeli kayu bakar atau batu bara untuk menjamin rumahnya tetap hangat selama musim dingin.
“Tahun lalu, harga 1 ton batu bara adalah 6.000 afghani (1 afghani = Rp178,63) hingga 6.500 afghani, tetapi tahun ini harganya mencapai 16.000 afghani, harga yang tidak terjangkau bagi orang biasa,” kata Wahidullah kepada <a href="http://<iframe src="http://home.xinhua-news.com/gdsdetailxhs/share/11868610-?pageflag=iframe" frameborder="no" border="0" marginwidth="0" width="750px" height="618px">Xinhua di sebuah toko batu bara.
Sementara itu, Rahim Ashna, seorang penjual kayu, mengonfirmasi kenaikan harga tersebut, mengatakan bahwa tahun lalu 1 khirwar (560 kilogram) kayu memiliki harga 4.000 hingga 5.000 afghani, tetapi saat ini harganya mencapai 6.000 hingga 7.000 afghani.
Faktor yang melatarbelakangi situasi tersebut di antaranya adalah sanksi-sanksi AS terhadap Afghanistan dan larangan penebangan pohon secara ilegal oleh pemerintahan sementara yang dipimpin Taliban, kata Ashna kepada Xinhua di toko penjualan kayu miliknya.
Tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan ekstrem telah menyebabkan turunnya pembelian bahan energi oleh warga Afghanistan, ujar Ashna.
“Bisnis kami terbilang menguntungkan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi sejak penjatuhan sanksi, bisnis kami anjlok,” kata Ashna.
Usai penarikan pasukan pimpinan AS dari Afghanistan, aset senilai lebih dari 9 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.630) dibekukan oleh AS sebagai bagian dari sanksinya terhadap pemerintahan baru yang diambilalih oleh Taliban.
Sejumlah lembaga bantuan mengatakan lebih dari 24 juta orang dari total 35 juta penduduk Afghanistan sedang menghadapi kerawanan pangan akut, menyerukan pemberian bantuan pangan menjelang musim dingin yang menusuk tulang.
Selain Wahidullah dan Ashna, Mohammad Nasir (50), yang tinggal di kamp pengungsi sementara Taimani di Kabul, meyakini bahwa tinggal di Afghanistan hakikatnya tidak lebih dari sekadar berjuang untuk tetap hidup tenimbang memiliki kehidupan yang layak.
Layaknya ribuan warga miskin lainnya yang tinggal di kamp pengungsi itu, Nasir dan 15 anggota keluarganya terpaksa membakar sampah agar tetap hangat di musim dingin, yang membuat rumahnya berbau menyengat.
“Saya bersama dua anak saya bekerja dari fajar hingga senja di pasar menggunakan gerobak dorong dan juga menjual tas belanja, tetapi penghasilan kami hanya 110-120 afghani per hari, hanya cukup untuk membeli tepung dan tidak lebih,” ujar Nasir kepada Xinhua.