Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Adriano; Striker Tajam yang Karirnya Hancur karena Skandal di Luar Lapangan
Foto: Sky Sports

Adriano; Striker Tajam yang Karirnya Hancur karena Skandal di Luar Lapangan



Berita Baru, Sepak Bola — Semua orang yang pernah memainkan game sepak bola di Playstation 1 dan 2 pasti ingat betul pada striker bernama Adriano. Lebih-lebih ketika bola sudah berada di kakainya, bukan tidak mungkin pertahanan lawan berada dalam ancaman.

Ya, Adriano, striker dengan kaki kidal sebagai andalannya itu memiliki skill di atas rata-rata juga tendangan keras mematikan. Dengan kompleksitas yang dimilikinya itu, wajar apabila banyak media menyebutnya sebagai pewaris tahta sekaligus “the next Ronaldo Luis Nazario De Lima”. Selain itu dirinya memang pantas dijadikan sebagai pemain terbaik di dunia (era 2000-an awal).

Sebagai ujung tombak, dia tidak diragukan lagi kemampuannya. Dia yang beroperasi sebagai pembunuh sejati di lini serang mampu melakukan tugasnya dengan baik.

Hal itu dikatakan oleh Zlatan Ibrahimovic, yang merupakan duetnya di lini depan Inter Milan ketika itu. Bahkan dalam sebuah wawancara dengan Sky Sports, penyerang legendaris asal Swedia itu menyatakan bahwa “tidak ada lawan yang sanggup menghentikannya.”

Adriano memang cukup garang ketika tampil di lapangan. Dia menjadi pemain yang percaya bahwa sepak bola tidak bisa dimainkan oleh sembarang orang. Perlu keberanian dan tekad yang tidak sembarangan untuk bisa bersaing meraih kemenangan. Reaksi tepat, emosi yang kuat dan sontekan akurat telah dimiliki striker asal Brasil itu.

Awal Karirnya

Seluruh kehebatannya berawal saat sebuah daerah bernama Rio menghadirkan kesempatan baginya bermain-main dengan si kulit bundar. Kota yang cukup terkenal di negeri samba itu memberinya banyak cahaya dan pencerahan untuk Adriano muda.

Pada tahun 1999 adalah Flamengo yang melirik karir potensialnya. Adriano muda terlebih dahulu bermain di tim junior untuk kemudian menembus tim senior El Mingao. Sebentar saja di Flamengo bakat Adriano langsung mencuat ke dataran Benua Biru, bahkan dirinya pun diminati klub-klub besar Eropa.

Adalah Inter Milan yang beruntung mendapatkan jasanya. Di Inter, permainannya pun berkembang sangat pesat. Berstatus sebagai pemain muda dan diduetkan denan Adrian Mutu, keduanya menciptakan permaianan yang melegenda. Bahkan duet kedua pemain itu sangat ditakuti lawan.

Hingga akhirnya Inter Milan yang merupakan tim pertama mendatangkannya ke Italia langsung menariknya kembali ke Giuseppe Meazza (markas Inter Milan). Keputusan tersebut pun tidak sia-sia, mengingat kemampuan yang dimilikinya semakin mantap dan menggila. Dengan tubuh gempal dan kuat menjadikannya sosok yang sering dihindari dan ditakuti kedatangannya.

Semua menikmati gaya bermain Adriano. Wajar apabila terus-menerus dia disandingkan dengan pemain legendaris Brasil, Ronaldo Luis Nazario De Lima. Sorak-sorai penonton selalu mengiringi jejaknya di lapangan hijau. Apalagi saat ledakan kaki kiri yang dimilikinya dilepaskan, maka sesuatu akan terjadi: sebuah gema di stadion kebanggan.

Rekor dan Gelar

Bermian bagi Inter Milan, Adriano terbilang sukses. Di sana dia mendapatkan banyak gelar. Bila dijelaskan, dia juga sukses saat membela negaranya, Brasil di kancah Internasional. Trofi Coppa America 2004 dan Piala Konfederasi 2005 menjadi bukti dari ketajamannya sebagai pemain berjuluk “Pembunuh Sejati”.

Yang tidak kalah mengagumkan, Adriano juga meraih sepatu emas Piala Konfederasi 2005 dan IFFHS World’s Top Goal Scorer of the Year: 2005.

Bersama Inter Milan sendiri, dirinya berhasil mempersembahkan empat gela Serie A Italia, yakni di musim 2005–2006, 2006–2007, 2007–2008, dan 2008–2009. Dua piala Coppa Italia tahun 2005, 2006 dan Super Coppa Italiana 2005, 2006.

Di samping itu, raihan golnya juga tidak bisa diremehkan. Dengan total 28 gol dalam satu musim adalah yang tertinggi dari rekornya. Catatan itu meningkat 12 gol dari musim sebelumnya.

Hancurnya “Sang Pembunuh Sejati

Namun, sayang perjalanan karirnya tidak berjalan lama. Semua orang mungkin tahu bahwa dirinya memang seorang predator di atas lapangan. Tapi untuk bertahan dari ujian (yang justru) datang dari luar lapangan, dia tidak mampu.

Pasca menjadi bintang bagi Brasil di event besar, Adriano tiba-tiba terguncang. Hal itu terjadi usai mendengar kabar yang menyebut bahwa ayah kandungnya sudah tiada. Meski menjadi kisah lama yang usang, hal ini tetap menjadi satu narasi yang mengenaskan dari seorang pemenang yang begitu banyak mendapatkan raihan dan penghargaan dalam sepak bola.

Ayahnya, Almier meninggal disebab serangan jantung di usia 45 tahun. Kabar itu pun membuat Adriano hancur. Kala menerima berita tersebut melui sambungan telephone langsung melemparnya. Salah satu pemain yang menjadi bukti persitiwa itu adalah Javier Zanetti, yang merupakan rekan setimnya di Inter Milan. Bahkan Zanetti sempat tidak percaya saat melihat lelaki garang saat di lapangan itu menangis, dan berteriak kencang saat mendengar kabar kematian Ayahnya.

Zanetti dan Presiden Inter saat itu (Massimo Moratti) mengambil keputusan untuk mendampinginya sehari-hari. Mantan pelatih Adriano di Brasil pun juga terkejut dengan kabar itu. Betapa tidak, dia menyebut bahwa Adriano akan menjadi bintang bagi Brasil di generasi selanjutnya. Tetapi, prediksinya pun patah oleh sebuah telephone yang mengabarkan bencana dalam dirinya.

Hal itu wajar, karena setelah ditelusuri, Adriano memang begitu dekat dengan ayahnya. Dia bahan punya banyak mimpi dan cita-cita yang diwujudkan bersama ayah tercintanya. Bahkan, dalam satu kesempatan Adriano pernah mengatakan bahw ayahnya menjadi satu alasan mengapa dirinya bisa berdiri gagah di atas arena, melewati segala pertandingan.

Sejak saat itulah Adriano seolah tidak punya alasan lagi untuk tetap berdiri sebagaimana sebelumnya di atas lapangan. Hari-harinya berakhir hampa. “Sang Pembunuh Sejati” itu kemudian memilih dunia hitam. Alkohol menjadi sesuatu yang kerap menemaninya. Dia sudah tidak punya semangat lagi dan sering melewati pertandingan dengan alasan cedera, padahal alkohollah penyebabnya.

Jatuhnya seorang predator sejati ini pun menjadi satu kisa tragis dalam dunia sepak bola. Semua yang pernah berharap pada keganasannya dalam waktu yang lama harus berlapang dada mengubur mimpinya dalam-dalam. Sang Raksasa runtuh dan terjatuh. Semua peluh tidak bermakna apapun.

Meski sempat dipinjamkan ke beberapa klub, termasuk di Serie A, AS Roma, kemampuannya pun sudah tidak sama lagi. Bola-balik di banyak klub di tanah kelahirannya sendiri pun juga sama. Adrian tak kunjung menemukan kemampuannya lagi.

Bermain setengah musim saja di Amerika menjadi penutup bagi karirnya yang tidak lagi bermandikan cahaya. Tepat pada pertengahan 2016 dia memutuskan berhenti dari sepak bola. Adriano yang diserukan menjadi pesohor di lapangan hanya mampu tenggelam dalam sebuah angan. Kesedihannya menutup sontekan kerasnya. Dia hanya menikmati masa-masanya hanya sebagai mantan pesepak bola tanpa memiliki akhir yang layak dikenang.

Catatan: Diolah dari berbagai sumber.