Ribuan Warga Irak Tentang Tindakan Represif Aparat
Berita Baru, Internasional – Ribuan pengunjuk rasa Irak menduduki alun-alun pusat Tahrir di Baghdad pada hari Minggu (27/10). Mereka menentang tindakan kekerasan yang menewaskan banyak orang selama akhir pekan–dalam demonstrasi anti pemerintah.
Dilansir dari The Guardian (28/10), sepanjang hari pasukan keamanan menembakkan gas air mata pada kelompok-kelompok pemuda yang melakkan aksi unjuk rasa dalam rangka menentang terhadap pemerintah Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi.
“Kami memberi Anda hidup dan darah kami, Irak,” teriak mereka. Sumber-sumber medis dan keamanan mengatakan 42 orang terluka.
Setidaknya 69 warga Irak tewas pada hari Jumat dan Sabtu dan ratusan lainnya terluka ketika para demonstran bentrok dengan pasukan keamanan dan kelompok-kelompok milisi dalam gelombang kedua protes pada bulan ini terhadap pemerintah. Terhitung sekitar 226 orang telah tewas pada bulan Oktober.
Terlepas dari kekayaan minyak negara anggota OPEC yang sangat besar itu, banyak warga Irak hidup dalam kemiskinan atau memiliki akses terbatas terhadap air bersih, listrik, perawatan kesehatan dasar dan pendidikan. Irak sedang berjuang untuk pulih dari konflik bertahun-tahun setelah invasi pimpinan AS pada 2003 yang menggulingkan diktator Saddam Hussein.
Rakyat Irak menyalahkan elit politik yang menurut mereka tunduk pada satu atau dua sekutu utama Irak, yaitu Amerika Serikat dan Iran. Banyak yang curiga bahwa kekuatan-kekuatan ini sengaja dihadirkan melalui Irak sebagai sarana mengejar perjuangan mereka untuk pengaruh regional, tanpa memperhatikan kebutuhan orang-orang biasa.
“Saya bertanya kepada Anda Abdul Mahdi, sudah 16 tahun dan Anda tidak melakukan apa-apa. Kita berubah dari keadaan buruk menjadi lebih buruk, ” kata Ma’azir Yas, seorng demonstran yang membungkus dirinya dengan bendera Irak. “Protes ini damai dan para remaja putra hanya meminta hak-hak mereka: pekerjaan dan layanan.” Katanya menambahkan.
Banyak yang menggunakan cara-cara kreatif untuk membela diri, termasuk seorang pengunjuk rasa yang menggunakan parabola sebagai tameng. Beberapa juga masih membawa luka bentrokan sebelumnya dengan petugas keamanan.
Lebih banyak yang wanita bergabung dalam protes pada hari Minggu, dari mahasiswa dan pelajar sekolah menengah hingga pegawai pemerintah dan bahkan wanita tua dengan abaya hitam, gaun seperti jubah yang dikenakan oleh beberapa wanita di bagian dunia Muslim. Para mahasiswa kedokteran membentuk tim-tim kecil yang merawat para demonstran. Tenda-tenda juga didirikan bersama makanan dan masker yang dibagikan.
Salem Abbas, seorang guru berusia 39 tahun mengatakan, ia bergabung dengan protes karena ia muak dengan korupsi dan campur tangan Iran dalam politik Irak. “Pigsty lebih bersih daripada partai-partai politik yang didukung oleh Iran. Mereka telah menjarah bangsa dan menghancurkan seluruh generasi.” Katanya.
Layanan anti-terorisme elit Irak mengatakan pada hari Minggu bahwa pihaknya telah dikerahkan di jalan-jalan Baghdad untuk melindungi bangunan-bangunan penting negara dari yang disebutnya sebagai unsur-unsur yang tidak disiplin.
Kekerasan telah berkobar di daerah lain di bagian selatan Irak, dengan pengunjuk rasa menyerbu dan membakar kantor partai dan milisi, mendorong pihak berwenang untuk memberlakukan jam malam di beberapa daerah. Pasukan anti-terorisme memukuli dan menangkap puluhan pengunjuk rasa di kota selatan Nassiriya pada Sabtu malam.
Kerusuhan telah menghancurkan hampir dua tahun stabilitas relatif di Irak, yang dari tahun 2003 hingga 2017 mengalami pendudukan asing, perang saudara, dan pemberontakan Negara Islam.
Sumber : The Guardian