Prancis Desak Warganya Tinggalkan Pakistan Usai Gejolak Protes Anti-Prancis
Berita Baru, Internasional – Prancis mendesak seluruh warganya yang berada di Pakistan untuk meninggalkan negara itu di tengah gejolak protes anti-Prancis yang bergema di seluruh negeri.
Dalam sebuah email yang diperoleh kantor berita Prancis AFP, kedutaan negara di Pakistan memperingatkan “ancaman serius bagi kepentingan Prancis di Pakistan”.
Protes anti-Prancis di seluruh negeri dipicu oleh munculnya majalah Prancis yang menerbitkan karikatur Nabi Muhammad bulan lalu.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, membela hak penerbitan majalah itu dengan alasan kebebasan berekspresi yang menyulut kemarahan umat Muslim dunia, termasuk kelompok garis keras di Pakistan.
Penggambaran Nabi Muhammad merupakan sesuatu yang dianggap tabu dalam Islam, dan dianggap sangat ofensif oleh banyak kaum Muslim.
Seperti dilansir dari BBC, Kamis (15/4), protes anti-Prancis kembali memanas setelah pemerintah Pakistan menangkap Khadim Hussain Rizvi, pemimpin partai politik garis keras Tehreek-e-Labaik Pakistan (TLP) minggu ini, yang menyerukan pengusiran duta besar Prancis.
Penangkapan Rizvi, dan tindakan pemerintah Pakistan untuk melarang TLP, membuat ribuan pendukung partai turun ke jalan di Pakistan untuk memprotes. Polisi menembakkan peluru karet, gas air mata, dan meriam air ke arah massa.
TLP, sebelumnya telah memobilisasi massa untuk melakukan protes terkait penistaan agama. Di bawah hukum Pakistan, mereka yang dinyatakan bersalah karena menghina Nabi Muhammad dapat menghadapi hukuman mati.
Saat berbicara pada konferensi pers pada hari Rabu, Menteri Dalam Negeri Pakistan Sheikh Rashid Ahmed mengatakan bahwa bangsanya menjunjung kehormatan Nabi, tetapi tuntutan yang diajukan TLP menggambarkan Pakistan sebagai negara radikal di seluruh dunia.
Melalui surat email yang dikirim pada hari Kamis, Kedutaan Besar Prancis di Pakistan mengatakan: “Karena ancaman serius terhadap kepentingan Prancis di Pakistan, warga negara Prancis dan perusahaan Prancis disarankan untuk meninggalkan negara itu untuk sementara.”
“Keberangkatan akan dilakukan oleh maskapai penerbangan komersial yang ada,” tambahnya.
Di Prancis, sekularisme negara (laïcité) menjadi pusat identitas nasional negara tersebut. Kebebasan berekspresi di sekolah dan ruang publik lainnya termasuk bagian darinya, dan mengekangnya untuk melindungi perasaan agama tertentu dipandang merusak persatuan nasional.
Majalah satir Charlie Hebdo, yang menjadi sasaran serangan jihadis mematikan di Paris pada 2015 karena kartun Nabi Muhammad, juga dilaporkan mengejek agama lain, termasuk Katolik dan Yudaisme.
Komentar Macron pada bulan September untuk mendukung hak majalah tersebut untuk menerbitkan kartun tersebut memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia, dengan puluhan ribu orang di Pakistan, negara tetangga Iran dan negara-negara Muslim lainnya membanjiri jalan-jalan dan mengorganisir aksi boikot produk Prancis.
Untuk sementara pada bulan November tahun lalu, TLP telah menghentikan protes di Pakistan dan mengklaim bahwa menteri pemerintah telah setuju untuk memboikot produk Prancis.
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, juga mengkritik Macron, tetapi pemerintah membantah telah menyetujui boikot, dengan mengatakan belum ada keputusan yang dibuat.
Dipimpin oleh Rizvi, organisasi itu menjadi terkenal karena menentang hukuman gantung Mumtaz Qadri, seorang polisi yang membunuh gubernur provinsi Punjab Salman Taseer pada tahun 2011 karena menentang undang-undang penistaan agama di negara itu.