Pemprov Kalsel Klaim Telah Cabut 620 Izin Pertambangan
Berita Baru, Banjarmasin – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan daerah terdampak banjir di Provinsi Kalimantan Selatan telah mencapai 10 Kabupaten/Kota, terhitung sampai hari Minggu (17/1) lalu.
Kesepuluh daerah tedampak tersebut adalah Tapin, Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kota Banjarmasin, Hulu Sungai Tengah, Balangan, Tabalong, Hulu Sungai Selatan, dan Batola.
Meluasnya banjir Kalsel memantik reaksi banyak pihak diantaranya pemerintah pusat, organisasi masyarakat sipil, dan anggota DPR RI.
Dalam kunjungannya, Presiden Joko Widodo menyebut penyebab utama banjir Kalsel adalah tingginya curah hujan selama 10 hari berturut-turut, sehingga daya tampung sungai barito tidak mampu menampung 2,1 miliar kubik.
“Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan,” kata Jokowi dari atas Jembatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Senin (18/1).
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan banjir besar yang terjadi di Kalsel bukan karena gejala alam, namun akibat dari kesalahan strategi pembangunan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan.
“Saya menjadi saksi bahwa banjir di Kalimantan Selatan bukan karena gejala alam, tapi karena salah dalam menerapkan strategi pembangunan yang mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan akibat-akibat dari kerusakan lingkungan,” ujar Gus AMI, panggilan akrab Ketua Umum DPP PKB tersebut.
Koordinator Kampanye Eknas WALHI Edo Rakhman menilai faktor penyebab banjir Kalsel adalah penggunaan hutan dan lahan untuk kegiatan ekstraktif, sehingga memicu penurunan kondisi ekosistem kawasan hutan.
“Bahwa fakta banjir hari ini sangat erat kaitannya juga dengan menurunnya kondisi ekosistem kawasan hutan,” kata Edo.
Di sisi lain Pemerintah Provinsi Kalsel mengaku tidak lagi menerbitkan izin baru khusus bagi perusahaan pertambangan seiring diterbitkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
UU yang ditetapkan pada 11 Desember 2020 lalu telah mencabut kewenangan Provinsi dalam penerbitan izin, sehingga kewenangan perizinan diambil alih pemerintah pusat.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kalsel Nurul Fajar Desira bahkan menyebut Pemprov Kalsel telah mencabut 620 izin pertambangan bermasalah dari 900 perusahaan tambang yang ada.
“Sejak wewenang izin pertambangan diambil alih pusat, Dinas ESDM tidak pernah menerbitkan izin baru untuk pertambangan. Bahkan kami telah mencabut 620 izin pertambangan yang bermasalah dari 900,” kata Nurul, Selasa (26/1).
Selain itu, Pemerintah Provinsi telah berhasil menghentikan rencana pertambangan yang berada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Bahkan, hal tersebut merupakan gugatan yang pernah dilayangkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Selatan ke Pengadilan Tinggi (PTUN) di Jakarta dan berhasil digagalkan.
“Untuk pertambangan Kabupaten HST pernah digugat oleh WALHI Kalsel dan berhasil digagalkan oleh mereka termasuk pertambangan tidak berizin juga ditertibkan oleh Dishut dan ESDM Kalsel,” terang Nurul.