Kemenag: UU Cipta Kerja Mengatur Auditor Halal Harus WNI dan Muslim
Berita Baru, Jakarta – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Sukoso menegaskan, informasi bahwa pasal 14 yang mengatur persyaratan auditor halal harus muslim dihapus dalam UU Cipta Kerja adalah tidak benar.
“Pasal 14 tidak dihapus dalam UU Cipta Kerja. Auditor halal harus seorang warga negara Indonesia dan beragama Islam,” tegas Sukoso di Jakarta, Jumat (16/10).
Menurut Sukoso, pasal 14 mengatur bahwa auditor halal diangkat dan diberhentikan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Pengangkatan Auditor Halal oleh LPH harus memenuhi lima persyaratan. Pertama, warga negara Indonesia atau WNI. Kedua, beragama Islam. Ketiga, berpendidikan minimal S1 bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau pertanian.
Syarat keempat, memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam. “Kelima, mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan,” tegasnya.
Sukoso mengajak masyarakat untuk mengkonfirmasi setiap informasi terkait sertifikasi halal yang belum jelas kebenarannya kepada Kementerian Agama. Pertanyaan bisa diajukan melalui email: melalui humas@halal.go.id atau pengaduan@halal.go.id.
Sebelumnya, viral di media sosial rekaman video seseorang yang menyampaikan bahwa Pasal 14 UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dihapus dalam UU Cipta Kerja. Pasal 14 mengatur tentang syarat auditor halal harus beragama Islam. Lalu orang tersebut berkesimpulan bahwa UU Cipta Kerja membolehkan nonmuslim sebagai auditor halal.