Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Warga China Jadi Penambang Emas Ilegal di Ketapang, Negara Rugi Triliunan Rupiah
Lokasi penambangan emas ilegal (Foto: ANTARA)

Warga China Jadi Penambang Emas Ilegal di Ketapang, Negara Rugi Triliunan Rupiah



Berita Baru, Jakarta – Seorang warga negara asing asal China berinisial YH, yang terlibat dalam penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, telah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Ketapang pada 28 Agustus 2024. Kegiatan penambangan ilegal ini menyebabkan kerugian besar bagi negara, dengan hilangnya cadangan emas yang mencapai triliunan rupiah.

Dalam sidang tersebut terungkap bahwa YH berhasil menambang secara ilegal sebanyak 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak. Akibat aktivitas ini, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1,02 triliun.

“Kandungan emas di lokasi tersebut sangat tinggi, dengan kadar mencapai 337 gram per ton pada sampel batu tergiling,” ujar Sunindyo Suryo Herdadi, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, dalam konferensi pers pada Sabtu (10/5), seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Modus operandi YH termasuk memanfaatkan lubang tambang yang seharusnya digunakan untuk pemeliharaan di wilayah tambang berizin. Hasil tambang ilegal tersebut kemudian dibawa keluar dari terowongan dan dijual dalam bentuk ore atau bullion emas.

Dalam proses penambangan tersebut, YH menggunakan merkuri (Hg) untuk memisahkan bijih emas dari mineral lainnya. Sampel hasil pengolahan menunjukkan adanya kandungan merkuri yang cukup tinggi, mencapai 41,35 mg/kg, yang berpotensi mencemari lingkungan.

Dari penyelidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, diketahui bahwa volume batuan bijih emas yang digali mencapai 2.687,4 m³, berasal dari area antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas, PT BRT dan PT SPM. Namun, kedua perusahaan tersebut belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.

YH didakwa melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara ini dengan kemungkinan melibatkan undang-undang lain.

“Sidang selanjutnya akan melalui enam tahap, mulai dari pemeriksaan saksi dan ahli dari pihak penasihat hukum hingga pembacaan putusan,” ujar Sunindyo.

Kasus ini diungkap berkat kerja sama antara Kementerian ESDM dan Korwas PPNS Bareskrim Polri, yang menemukan adanya aktivitas ilegal di lokasi penambangan oleh tersangka YH.