Lonjakan Kasus Rabies Terjadi di Indonesia, Tercatat Rekor Tertinggi dalam 3 Tahun Terakhir
Berita Baru, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa tahun 2022 menjadi tahun dengan jumlah kasus Rabies tertinggi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir di Indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kemenkes, tercatat sebanyak 82.634 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) pada tahun 2020, dengan jumlah kematian sebanyak 40 kasus. Angka tersebut kemudian mengalami penurunan pada tahun 2021, dengan tercatat sebanyak 57.257 kasus GHPR dan jumlah kematian sebanyak 62 kasus. Namun, pada tahun 2022, terjadi peningkatan drastis dengan tercatat sebanyak 104.229 kasus GHPR dan jumlah kematian sebanyak 102 kasus.
“Kasus Rabies paling tinggi memang terjadi pada tahun 2022,” ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, dalam keterangan resminya yang dikutip Sabtu (3/6/2023).
Imran menduga bahwa lonjakan kasus Rabies pada tahun 2022 disebabkan oleh dampak dari Pandemi Covid-19. Dugaan tersebut didasarkan pada hasil diskusi yang dilakukan antara Kemenkes, Kemenko PMK, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Sepertinya ada hubungannya dengan pandemi Covid. Pada tahun 2019, 2020, dan 2021, semua kegiatan termasuk vaksinasi terhadap hewan terhenti,” ucap Imran.
Imran menjelaskan bahwa pada tahun 2020, meskipun vaksinasi terhadap hewan tidak dilakukan, jumlah kasus Rabies belum mengalami peningkatan signifikan. Hal ini disebabkan oleh pembatasan yang diberlakukan pada saat itu, sehingga interaksi antara manusia dengan hewan pembawa rabies (HPR) juga terbatas.
“Namun, pada tahun 2021 terjadi peningkatan, dan puncaknya terjadi pada tahun 2022. Pada tahun 2022, sudah mulai ada pelonggaran, dan efektivitas vaksin yang sebelumnya diberikan kepada hewan juga mulai menurun, sehingga terjadi lonjakan yang luar biasa,” jelasnya.
Selain itu, Imran juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2023 ini, sudah tercatat lebih dari 31 ribu kasus GHPR dengan jumlah kematian sebanyak 11 kasus.
Dalam upaya penanggulangan kasus Rabies, Kemenkes telah melakukan pengadaan vaksin anti rabies (VAR) sebanyak 241.700 vial dan serum anti rabies (SAR) sebanyak 1.650 vial. Saat ini, vaksin dan serum tersebut sudah didistribusikan ke provinsi dengan jumlah vaksin sekitar 227 ribu vial dan serum lebih dari 1.550 vial.
Kasus Rabies menjadi sorotan setelah satu desa diisolasi di Timor Tengah Selatan (TTS) akibat Keadaan Luar Biasa (KLB) Rabies sejak Selasa (30/5).
Kasus Rabies di TTS terungkap setelah hasil pengujian sampel organ dua ekor anjing yang dilakukan oleh Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar dinyatakan positif terinfeksi Rabies.
Kasus ini telah menelan satu korban jiwa, yakni AB (45), seorang warga Desa Fenun, Kecamatan Amanatun Selatan.
Sebagai langkah pencegahan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang telah menutup Pulau Timor dari lalu lintas hewan pembawa Rabies seperti anjing, kucing, dan kera. Tindakan ini dilakukan untuk meminimalisir penyebaran Rabies ke wilayah lain.
Kasus Rabies yang mengalami peningkatan signifikan menjadi perhatian serius pemerintah dan instansi terkait. Kemenkes terus melakukan upaya penanggulangan, termasuk pengadaan vaksin dan serum anti rabies serta distribusi ke berbagai daerah.
Kerja sama antarlembaga juga menjadi fokus dalam mengatasi masalah ini. Dalam hal ini, Kemenkes bekerja sama dengan Kemenko PMK, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencari solusi terbaik guna mengendalikan dan mengurangi kasus Rabies di Indonesia.
Dengan adanya lonjakan kasus Rabies yang mencemaskan, diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksinasi terhadap hewan peliharaan dan penanganan yang tepat terhadap gigitan hewan pembawa Rabies dapat meningkat.