Sri Mulyani: Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan IV 2019 Tetap Terkendali
Berita Baru, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani mengatakan bahwa stabilitas keuangan triwulan IV 2019 tetap terkendali.
Meskipun pada saat itu berada di tengah ketidak pastian ekonomi global yang menurun dan juga sorotan masyarakat terhadap permasalahan beberapa lembaga jasa keuangan di tanah air.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers paska melakukan rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) bersama Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan pada Selasa (21/1).
Menurutnya terdapat sejumlah perkembangan positif mengenai kemajuan perundingan perdagangan antara AS dan Tiongkok. Meskipun disisi lain proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan beberapa resikp geopolitik global juga harus mendapatkan perhatian.
“Ketidakpastian yang mereda di triwulan IV 2019 juga berdampak pada menurunnya risiko di pasar keuangan global dan mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing ke negara berkembang termasuk Indonesia,”ujarnya dalam postingan akun instagram pribadinya ,Rabu(22/1).
Undang-Undang PPKSK
Mengenai apakah telah terjadi risiko sistemik dari kondisi sektor keuangan saat ini, Sri Mulyani mengatakan, bahwa KSSK didalam melihat risiko sistemik atau risiko yang dianggap mampu memicu krisis sistem keuangan , kami selalu menggunakan landasan yang tercantum di dalam UU PPKSK yaitu Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
“Dalam UU PPKSK ini didefinisikan bahwa krisis sistem keuangan adalah kondisi sistem keuangan yang gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dan efisien, yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa berdasarkan UU PPKSK juga, Lembaga Jasa Keuangan yang dapat memicu krisis sistem keuangan adalah Bank Sistemik.
Hal ini disebabkan oleh ukuran aset, modal, dan kewajiban: , luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain yang dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa keuangan.
“Rambu-rambu tersebut di atas itulah yang digunakan untuk
menetapkan apakah suatu persoalan di sektor keuangan atau jasa keuangan itu berdampak
sistemik atau tidak” pungkasnya