Seperti Zona Perang, Banjir dan Longsor Brasil Tewaskan Sedikitnya 117 Orang
Berita Baru, Brasilia – Presiden Brasil Jair Bolsonaro menyebut situasi di Brasil seperti zona perang setelah dihantam banjir bandang dan longsor yang disebabkan curah hujan yang tinggi.
“Saya melihat kehancuran yang hebat. Sepertinya ada perang,” kata Bolsonaro.
Komentar tersebut muncul setelah Bolsonaro melihat dari atas lokasi bencana di kota yang terletak di pegunungan utara Rio de Janeiro yang dilanda hujan deras.
Hingga kini, bencana tersebut dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 117 orang, sementara tim penyelamat masih berusaha mencari korbah diantara puing-puing.
Dengan banyak orang masih belum ditemukan pada hari Jumat (18/2), para pejabat mengatakan jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat lebih lanjut karena wilayah itu dilanda hujan terberat dalam hampir satu abad.
“Saya di sini berharap untuk menemukan istri saya. Saya yakin dia ada di sini. Tetangga di lantai bawah mengatakan dia berada di balkon ketika tanah longsor melanda,” kata warga setempat, Marcelo Barbosa seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (19/2).
Kepala pertahanan sipil Rio de Janeiro, Leandro Monteiro bersama tim penyelamat dan masyarakat setempat masih mencari korban selamat.
“Saya sudah tinggal di sini selama 44 tahun dan tidak pernah melihat yang seperti itu… Semua teman saya hilang, mereka semua mati, semua terkubur,” kata warga setempat, Maria Jose Dante de Araujo.
Bolsonaro telah menjanjikan bantuan federal untuk membantu penduduk dan mulai membangun kembali daerah tersebut.
Sementara itu, lebih dari 700 orang harus meninggalkan rumah mereka dan berlindung di sekolah-sekolah lokal dan akomodasi darurat lainnya.
Pada hari Rabu (16/2), Gubernur Rio Claudio Castro juga membandingkan daerah yang terkena dampak dengan zona perang.
Warga juga terpaksa menggunakan truk pendingin sebagai kamar mayat cadangan karena ada beberapa jenazah yang menunggu hasil identifikasi.
Hujan yang turun pada hari Selasa (15/2) saja melebihi rata-rata sepanjang bulan Februari, menyebabkan tanah longsor yang membanjiri jalan-jalan, menghancurkan rumah-rumah, menghanyutkan mobil dan bus, dan meninggalkan luka selebar ratusan meter di lereng gunung di kawasan itu.
Curah hujan pada hari tersebut adalah curah hujan terberat yang tercatat sejak 1932 di Petropolis.
“Saya bahkan tidak punya kata-kata. Saya hancur. Kami semua hancur atas apa yang telah hilang dari kami, untuk tetangga kami, untuk teman-teman kami, untuk rumah kami. Dan kami masih hidup, bagaimana dengan mereka yang telah tiada,” tanya warga Luci Vieira dos Santos.