Marak Kekerasan Seksual di Kampus, Ratna Juwita: Perlu Pendidikan dan Penyuluhan
Berita Baru, Tuban – Kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja dan di mana saja, baik di ranah privat ataupun ruang publik. Bahkan di lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi juga banyak dijumpai kasus kekeran seksual.
“Dalam konteks ini, perempuan lebih rentan menjadi korban. Perempuan seringkali direduksi menjadi objek seksual,” ungkap Ratna Juwita Sari, Anggota DPR RI dalam seminar yang digelar Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR), Rabu (21/4).
Menurut Ratna Juwita, dari data 16 Perguruan Tinggi di Indonesia yang dipresentasikan saat workshop pada tanggal 20 hingga 21 Agustus 2019 menunjukkan ada 1011 kasus kekerasan seksual yang terjadi.
“Data yang terangkum ini didapat berdasarkan Indonesia menggunakan google form kepada para mahasiswa dalam waktu yang singkat (kurang lebih seminggu),” ungkapnya.
Dari beberapa kasus, lanjutnya, pelecehan yang terjadi di kampus seringkali dijumpai dengan penanganan yang sangat terbatas. Sehingga banyak korban kekerasan seksual yang enggan melaporkan kasusnya.
“Hal ini terjadi karena memang banyak diantara mereka yang belum memahami tentang kekerasan seksual (KS) dan ketiadaan mekanisme atau prosedur pengaduan resmi atas apa yang mereka alami,” tegas Ratna.
Politisi muda kelahiran Tuban ini memandang perlu adanya pemberian pendidikan dan penyuluhan terkait kekerasan seksual, baik berupa workshop, diskusi, konferensi dan sejenisnya guna pencegahan.
“Memaksimalkan edukasi melalui berbagai media, kegiatan PBAK, pembekalan KKN dan PLP/PPL/PKL, diskusi konsorsium keilmuan, pembinaan pegawai/karyawan, medsos, klan, banner, running teks, radio dan sebagainya,” ucapnya.
Lebih lanjut Ratna menerangkan bahwa kekerasan seksual sudah diatur dalam KUHP, Buku Kedua tentang Kejahatan. Selain itu juga tertuang dalam Rekomendasi Umum Nomor 19 Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Komite CEDAW).
Deklarasi Wina 1993, lanjut Ratna, juga menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM. “Karena itu penghapusan kekerasan terhadap perempuan/kekerasan seksual adalah mutlak merupakan bagian dari pengakuan hak asasi manusia,” terangnya.
Sebagai tambahan informasi, kegiaatan seminar yang laksanakan KPR di Aula Universitas PGRI Ronggolawe Tuban itu disupport beberapa lembaga, diantara Universita PGRI Ronggolawe, Kopri PMII Cabanng Tuban, dan GMNI Tuban. (MKR)