Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

12 Temuan Hasil Investigasi Sementara, TPFKMS Sebut Tragedi Kanjuruhan Terjadi Secara Sistematis

12 Temuan Hasil Investigasi Sementara, TPFKMS Sebut Tragedi Kanjuruhan Terjadi Secara Sistematis



Berita Baru, Jakarta – Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil (TPFKMS) telah melakukan investigasi atas tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan. Selama 7 hari, tim tersebut telah menemui korban dan melakukan pemantauan langsung di lokasi kejadian.

Dalam akun Twitter-nya, KontraS sebagai bagian dari TPFKMS, menyampaikan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis, yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.

“Saat proses investigasi, tim bertemu dengan sejumlah saksi, korban dan keluarga korban dengan kondisi ada yang mengalami gegar otak, luka memar bagian muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat peristiwa kekerasan yang telah terjadi,” tulisnya, dikutip Beritabaru.co, Senin (10/10).

Setidaknya, TPFKMS menemukan 12 temuan awal selama proses investigasi. Pertama, tim menemukan fakta pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu.

Temuan kedua, adalah ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, didasari pada keterangan saksi-saksi, sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain.

“Namun, direspon secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Karena hal inilah, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan untuk menolong suporter yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan, bukan untuk penyerangan,” jelasnya.

Ketiga, sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak.

Keempat, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang.

Kelima, kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian Tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di Tribun

Keenam, saat ingin hendak keluar dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci. Diperparah dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa.

Ketujuh, setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak  aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.

Kedelapan, peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam Stadion, tetapi juga terjadi di luar Stadion. Diketahui, aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

“Diduga kuat kondisi pasca penembakan gas air mata di tribun adalah momen ketika banyak penonton yang meregang nyawa. Disaat itu pula tidak didapat kondisi medik yang optimal untuk merespon kondisi kritis penonton yang terpapar asap gas air mata,” terangnya.

Sementara itu, temuan kesembilan, pasca peristiwa, ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. TPFKMS menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.

Kesepuluh, TPFKMS menemukan fakta bahwa hingga saat ini tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.

Kesebelas, TPFKMS masih sedang melakukan pendalaman fakta dan sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM serta LPSK lalu menyampaikan sejumlah laporan. Tetapi belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang dipimpin Menko Polhukam untuk menemui sejumlah saksi dan korban.

Kedua belas, tim menilai narasi temuan minuman alkohol dan terminologi ‘kerusuhan’ adalah penyampaian informasi menyesatkan karena yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil.

“Lalu perihal adanya minuman alkohol juga informasi yang dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini. Sebab, tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion dikarenakan saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh Panpel dan aparat kepolisian,” katanya.

“Tim menilai telah terjadi tindak kekerasan yg dilakukan secara sengaja dan sistematis oleh aparat keamanan, dengan tidak hanya aktor lapangan saja, yang telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian. Tetapi ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab,” pungkasnya.