100 Tahun Ahmadiyah di Indonesia, Perjalanan Panjang Merawat Toleransi
Beritabaru.co – Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) bersama Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga menyelenggarakan seminar nasional dan peluncuran buku dalam rangka memperingati 100 tahun Ahmadiyah di Indonesia. Acara ini digelar di Gedung Kuliah Terpadu UIN Sunan Kalijaga pada Kamis (27/02).
Seminar ini turut menghadirkan berbagai narasumber, termasuk perwakilan pengurus besar JAI, akademisi, serta pakar hukum dan sosiologi. Ketua panitia, Bernando J. Sujibto, menilai acara ini merupakan momentum penting dalam merefleksikan perjalanan 100 tahun Ahmadiyah di Indonesia.
Perjalanan 100 Tahun Ahmadiyah dalam Konteks Keberagaman
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, dalam sambutannya menegaskan bahwa Ahmadiyah memiliki hak yang sama dalam konstitusi sebagai organisasi keagamaan yang dilindungi oleh hukum. “Kesadaran akan keberagaman sangat penting dalam masyarakat multikultur,” ujarnya.
Dalam seminar ini, berbagai pandangan disampaikan terkait posisi Ahmadiyah dalam konteks sosial dan hukum di Indonesia. Haryana Soeroer dari pengurus besar JAI menekankan pentingnya pemahaman elite pemerintahan terhadap makna perdamaian.
“Keberagaman harus menjadi kesadaran dari para pemimpin agar perdamaian dapat dijaga untuk semua warga negara,” katanya.
Sementara itu, Marzuki Wahid mengingatkan bahwa toleransi adalah ruh kehidupan.
“Negara tanpa toleransi akan menumbuhkan benih kehancuran. Tidak ada yang salah dengan perbedaan, yang salah adalah mereka yang tidak mengakui pentingnya toleransi,” tegasnya.
100 Tahun Ahmadiyah dan Upaya Mewujudkan Harmoni
Momentum 100 tahun Ahmadiyah di Indonesia menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk memahami lebih dalam kiprah organisasi ini dalam membangun harmoni sosial. Dalam sesi bedah buku “Agama Faktual: Pertarungan Wacana dan Dinamika Sosiologis Jemaat Ahmadiyah di Indonesia”, Mahmud Mubarik dari Pengurus Besar JAI memberikan elaborasi mendalam mengenai aspek teologis Ahmadiyah.
Ketua panitia, Bernando J. Sujibto, menyampaikan bahwa kehadiran buku ini menjadi bagian dari literasi akademik yang membantu masyarakat memahami Ahmadiyah secara lebih objektif.
“Diharapkan buku ini membuka ruang diskusi yang lebih luas tanpa prasangka,” ungkapnya.
Ahmadiyah yang telah bertahan selama satu abad di Indonesia terus menegaskan komitmennya terhadap perdamaian dan toleransi. Dengan semboyan peace for all, hatred for none, Ahmadiyah menunjukkan bagaimana keberagaman dapat dirawat untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa.