Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

dialog

Yahya Staquf: Model Dialog Antaragama Harus Diubah



Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menegaskan, model dialog antaragama harus diubah. 

Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers Religion Forum (R20) International Summit of Religious Leaders di Hotel The Ritz Carlton Jakarta pada Rabu (7/9). 

Menurut Yahya, isu dialog antaragama sudah lama digaungkan di Indonesia dan bahkan banyak pertemuan telah diadakan. Namun, tren kekerasan berbasis agama di Indonesia justru meningkat. 

“Soal dialog antaragama ini, saya terlibat sudah sejak tahun 80’an. Itu puluhan tahun silam,” katanya dalam acara yang dimoderatori oleh Safira Rosa Machrusah. 

Yahya menceritakan, pada 2017 pihaknya mewakili PBNU menemui Wakil Presiden Amerika Mike Pence di Masjid Istiqlal. Dalam dialog ini, Yahya membicarakan ketimpangan tersebut pada Pence. 

“Waktu itu saya bilang, kita sudah sering mengadakan dialog antaragama, tapi masalah-masalah yang nyata kenapa tambah memburuk? Saya tegas sampaikan ini padanya,” jelas Yahya. 

Dari segenap pengalamannya terlibat dalam dialog antaragama, Yahya kemudian menyimpulkan bahwa ada yang tidak tepat dalam model dialog antaragama yang dilakukan selama ini. 

Sebab itu, Yahya menawarkan model dialog antaragama yang baru dan ini akan PBNU pakai dalam pelaksanaan R20 besok pada 2 – 3 November di Bali. 

Dialog berbasis kejujuran dan R20

R20 adalah bagian dari G20 yang fokus pada isu keagamaan. Pada kesempatan kali ini, tema yang akan diangkat adalah Revealing and Nurturing Religion as a Source of Global Solutions.

Untuk mengoptimalkan R20 selanjutnya, PBNU berencana mempertemukan pimpinan agama-agama se-dunia, seperti Paus Fransiskus, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Muslim Dunia Muhammad Abdul Karim al-Isa, dan sebagainya. 

Dalam forum tersebut, konsep yang akan diusung, tutur Yahya adalah dialog berbasis kejujuran. 

“Kenapa kejujuran? Sebab inilah aspek paling fundamental dalam melakukan dialog,” tegasnya. 

Selama ini, dialog antaragama yang Yahya alami cenderung pada saling menyuarakan kehebatan masing-masing, bukan untuk menyelesaikan suatu persoalan. 

“Saat dialog, rasanya kita itu malah saling mendakwahi,” ujarnya dalam konferensi yang ditayangkan secara langsung via Youtube TVNU.

Yahya percaya, dengan berpijak pada kejujuran, semua pihak yang terlibat dialog nanti akan bisa untuk lebih fokus pada persoalan bersama yang nyata sedang dihadapi, bukan pada warna dan keindahan masing-masing. 

“Jadi kata kunci dalam dialog antaragama adalah jujur dan menyasar langsung pada persoalan nyata di masyarakat,” kata Yahya, “agar dialog antaragama itu tidak jada dialog para pimpinan saja.”