Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Walhi Jatim Desak Ekosida Dimasukkan ke Dalam Pelanggaran HAM Berat
Sekitar 11 orang pegiat lingkungan Porong Sidoarjo melakukan aksi terkait kejahatan korporasi dan ekosida

Walhi Jatim Desak Ekosida Dimasukkan ke Dalam Pelanggaran HAM Berat



Berita Baru, Sidoarjo – Sekitar 11 orang pegiat lingkungan Porong Sidoarjo melakukan aksi terkait kejahatan korporasi dan ekosida. Mereka beraksi di tanggul penambungan lumpur panas sembari membawa poster bertuliskan “Masukkan ekosida sebagai pelanggaran HAM berat.”, Kamis (24/12).

Menurut siaran pers Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur aksi tersebut dilatarbelakangi karena mereka benar-benar merasakan dampak multidimensi dalam persoalan lumpur Lapindo. Kondisi ini, menurutnya semakin menegaskan bahwa persoalan lingkungan hidup memiliki keterkaitan dengan kehidupan manusia, Rusaknya suatu ekosistem dapat mempengaruhi kehidupan manusia, terutama dalam dimensi, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan politik.

“Seperti adanya eksklusi atau penyingkiran mereka dari rumah dan kehidupannya, kerusakan lingkungan yang sangat parah dengan paparan logam berat di setiap harinya, hilangnya mata pencaharian sehingga memaksa alih profesi ke pekerjaan yang lebih rentan dan serangan psikologis seperti kerinduan akan kampong halaman sebagai bentuk ”peristiwa traumatik.”,” tuturnya, Kamis (24/12).

 “Adanya peristiwa lumpur Lapindo, sebenarnya menunjukkan jika ini adalah bentuk pemusnahan besar-besaran pada lingkungan dan manusia oleh korporasi, dan negara tidak melihat hal ini. Seharusnya kasus Lapindo dan lainnya yang kejadiannya sama merupakan pelanggaran HAM berat,” ujar Hisyam dari Walhi Jatim.

Hisyam mengatakan, adanya genosida yang secara hukum internasional dan oleh aturan nasional diakui sebagai pelanggaran HAM berat, karena pemusnahan manusia. Maka dalam konteks Lapindo yang dihilangkan bukan manusianya tapi alamnya, sehingga berdampak pada sengsaranya kehidupan manusia.

“Kami terusir dari rumah kami, berpisah dengan keluarga kami dan bayangkan saja ada sekitar 90 ribu jiawa korban dari 19 desa baik yang rumahnya terendam lumpur, maupun yang tidak. Mereka hidup dalam kesusahan, harus menghirup bau menyengat lumpur yang ternyata berbahaya. Akses atas air susah dan hampir sumber di sekitar tercemar. Hidup ini menjadi sangat berat.” Demikian kesaksian Harwati salah satu korban Lapindo.

Diketahui, ekosida merupakan bentuk pelanggaran HAM berat, di mana lingkungan dimusnahkan secara sengaja untuk keuntungan segelintir orang, serta mengakibatkan dampak kerusakan lingkungan yang besar, sehingga menghancurkan kehidupan seperti hilangnya hak hidup. Dalam perjuangannya di internasional rancangan draft Ecocide telah dimasukkan ke UN Law Commission oleh almarhum Polly Higgins (pengacara dan pejuang lingkungan) untuk secara tegas diakui kejahatan internasional kelima terhadap perdamaian (fifth international crime against peace) dalam Rome Statute of the International Criminal Court.

“Ecocide adalah kehilangan ekstensif, kerusakan atau kehancuran dari ekosistem pada wilayah yang ditinggali, seperti bahwa kenikmatan kedamaian dari penduduk telah atau secara sungguh-sungguh akan dikurangi atau dihilangkan,” Polly Higgins dalam penyerahan draft Ecocide di UN Law Commision

Perjuangan untuk mendorong Ecocide atau Ekosida sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat dilakukan oleh berbagai masyarakat di seluruh penjuru dunia. Indonesia salah satunya dilakukan oleh Walhi bersama dengan pegiat lingkungan lainnya, untuk menjadikan ekosida sebagai cara untuk menjerat kejahatan korporasi yang mengakibatkan hilangnya hak hidup warga negara. Sebagaimana dalam konstitusi telah diatur, sebagai wujud dari usaha dan upaya agar lingkungan hidup dalam dilindungi. Serta agar peristiwa seperti lumpur Lapindo tidak terulang lagi.