Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jancoker

The Kindom of Jancoker’s



The Kindom of Jancoker’s
Oleh: Muhammad Nur Lapong

Tulisan ini,
Buat sahabat saya Natalius Pigai,
Yang tak pernah tidur menyuarakan kebenaran..
______

Cerita digelar ..

Suatu hari di kerajaan ‘Jancokers’ hiduplah seorang yang amat kaya, pintar berilmu nan bijak, dan berpengaruh luas. Rakyat saban waktu antri datang ke istananya, menyembah sujud hanya untuk meminta nasehatnya yang terkenal amat bijak yang  retorikanya  indah sangat menghibur hati.

Rakyat negeri itu amat senang dengan nasehat nasehat si Orang Kaya ini. Karena ditengah kesulitan hidupnya, rakyat ini seakan mendapat semangat hidup baru sabang kali mereka bertemu si Orang Kaya ini walaupun mereka hidup dalam keprihatinan yang dalam.

Rakyat hidup prihatin ini semakin histeris seperti menemukan hidupnya yang hilang, pada saat pulang mereka berebut mendapatkan topi, kaos oblong, dan 2 buku petuah kehidupan, “Menang dan Kalah”.

Kemashuran orang kaya ini, bukan saja terkenal dikalangan rakyat jelata, namun pesonanya menggiurkan sampai ke kalangan atas para pejabat kerajaan, dan hulubalang, bahkan beritanya pun sampai kemanca negara.

Para pejabat dan hulubalang ini tidak segan antri menunggu waktu giliran mendapat kesempatan bertemu si Orang Kaya, tentunya mereka berbeda tidak perlu antri seperti rakyat jelata antri berjam jam dan berjejalan terkena terik matahari.

Waktu berlau,

Sampailah cerita kemashuran si Orang Kaya ini di telinga sang Raja kerajaan Jancoker.

Karena penasaran sang Raja pun memanggil Perdana Menteri (PM) nya menghadap.

“Hei perdana menteri!” Tahu kah kamu cerita orang kaya itu?”

Dengan sikap sempurna PM pun menjawab. “Duli tuanku hamba faham, bahkan hamba pernah bertemu sekedar meminta nasehatnya demi kemuliaan kerajaan ini, tuanku..”

Raja kerajaan Jancoker pun kaget mendengar jawaban PM nya, tak menyangka pejabat sekelas PM nya saja sudah tergiur oleh kemashuran si Orang Kaya ini, pikirnya membatin.

Raja lalu berdiri dari kursinya sambil betitah. “Panggilkan si Orang Kaya itu menghadapku!”

Si PM sontak kaget alang kepalang, sungguh menyesal mengapa ia harus mengatakan kepada raja ia meminta nasehat kepada orang kaya itu, aduuh ada saingan baru, bakal repot, bisa bisa jabatan ane jadi taruhan, pikirannya gusar.

“Duli tuanku hamba siap kerja atas titah baginda.”

PM menghormat pamit, berlalu dengan pikiran yang tak henti berkecamuk, dilematis menurutnya. Menjalankan perintah tapi sekaligus berpotensi  ancaman atas nya jika sang Raja tertarik akan semua nasehat si orang kaya. Ini bisa mengurangi pengaruhnya terhadap baginya raja.

Namun sesaat PM tersenyum dia menemukan ide cemerlang bagaimana pertemuan itu di gelar antara baginda Raja dan si Orang Kaya agar dia tetap tak cemas, si Orang Kaya harus berkata di depan Baginda Raja bahwa PM lah yang memerintahkan rakyat yang gelisah dengan kesulitan hidupnya itu datang kepada si Orang Kaya untuk meminta nasehat agar rakyat senang dan tidak berontak kepada raja. “Yuhuuu ajib” terucap plong, lepas dari mulut PM.

Hari pertemuan pun di gelar. Raja tampil menggunakan pakaian serba putih, ingin menampilkan kewibawaannya dengan kesan sederhana kepada tamunya si Orang Kaya yang terkenal bijak berilmu seantero negeri.

Raja ingin memaknai pertemuan hari ini sebagai pertemuan dua tokoh negeri yang prihatin atas kesulitan hidup rakyatnya. Raja sangat tahu rakyatnya hidup dalam kesulitan karena pajak yang di kenakan begitu tinggi dan ini terjadi di eranya.

_________

Disaat bertemu, basa basi pun berlangsung antara raja dan si orang kaya, narasi pesanan PM kepada si Orang Kaya pun sudah terucap, terlihat PM senyam senyum mabok terpuji. Si Orang Kaya pun merasa amat senang karena menurutnya sang Raja dibuatnya senang oleh nasehat nasehatnya.

Tiba-tiba dalam pertemuan tersebut sang Raja menghardik, “Hei PM  keluarlah sejenak dari ruang aula ini, saya ingin berbicara 4 mata dengan tamu besar saya hari ini.” PM kaget tak menyangka dirinya akan diperlakukan baginda Raja seperti ini, peristiwa ini seperti di luar nalarnya dimana baginda raja amat menurut padanya.

“Baiklah duli tuanku,” kata PM menghormati pamit dan melangkah keluar aula pertemuan.

Singkat cerita, raja pun menawarkan kepada tamunya suatu penawaran menarik yang menurutnya tidak mungkin di tolak oleh tamunya.

“Hai orang kaya, saya punya penawaran menarik untuk mu jika engkau setuju?”

Si Orang Kaya yang merasa senang dan tersanjung atas penawaran raja itu, pun sontak berkata. “Duli baginda raja, penawaran apakah gerangan tuanku?”

Raja menjawab, “Saya akan buat sayembara berdua antara saya dan anda, orang kaya.” Si Orang Kaya makin penasaran dan tertarik.

“Sayembara apakah itu Baginda?”

Raja menghela napas panjang, mimiknya di buat serius. “Orang Kaya saya akan menyerahkan tahta kerajaan ini kepadamu, jika dalam sayembara debat atas 1 (satu) pertanyaan saja saya kalah olehmu.”

Wajah si Orang Kaya bersinar girang, dalam hati berkata kali ini adalah kesempatan saya, dan tentu saya akan menang. Seantero negeri rakyat bertahan hidup oleh nasehatku.

Si Orang Kaya pun tanpa basa basi dan pede langsung  menyetujui tawaran itu, “Baik saya setuju tawaran itu baginda.”

Sebelum si Orang Kaya  panjang berurai kata, raja pun langsung menukas menawarkan syarat.

“Hai Orang Kaya karena tahtaku ini tak bernilai harganya saya menawarkan syarat yang setimpal kepadamu, yakni jumlah kekayaanmu itu menjadi taruhannya apakah kamu setuju?”

Si Orang Kaya pun berpikir sejenak, bola matanya terlihat menari, dipikirannya ada keyakinan akan memenangkan sayembara ini.

Si Orang Kaya berdiri, sambil menatap sang raja dengan penuh senyuman, “Baiklah duli tuanku saya setuju.”

Reflek saja, Raja melompat merangkul si Orang Kaya dan menggengam kan tangannya berdua tanda bersepakat.

Kemudian si Orang Kaya melepaskan tangan dari sang raja dan tetap berdiri berkata, “Duli tuanku beri saya alasan mengapa tahta tuan yang tak ternilai harganya ini harus di sayembarakan kepadaku?”

Raja pun terduduk menyandarkan diri di kursi mahkotanya sambil menghela nafas panjang dengan mimik serius tanpa di buat buat.

Sejenak kemudian Raja berkata dengan nada merendah.

“Wahai sahabat ku, Orang Kaya, sudah lama kerajaan ini dililit hutang, dan di masaku terasa makin sulit untuk membayarnya, rakyatlah yang menanggungnya dengan membayar pajak yang tinggi.” Kemudian raja melanjutkan ucapannya.

“Jika utang ini di masaku tidak diselesaikan, maka negara pengutang itu akan mencaplok negeri ini, dan merampas semua yang ada termasuk kekayaanmu.”

Lantas si Orang Kaya berkata dengan nada menyelidik, “Duli tuanku tapi mengapa harus aku bukan kah di negeri ini masih banyak orang kaya nan bijak?”

Sang Raja pun langsung menjawab dengan mimik diseriuskan, “Hei sobatku orang kaya, hanya kamu yang pantas bersamaku dalam debat sayembara ini, yang lain itu tidak semashur ilmu dan kebijaksanaanmu.”

Si Orang Kaya makin yakin, senyumnya melebar matanya membola, menyembunyikan harapan tinggi. Dalam hati si Orang Kaya bersimpul jawab, baginda raja sangat adil menilai ku.

Tak lama ke dua orang yang mendadak sahabat ini pun berpisah, raja akan menyampaikan undangan sayembara setelah para penghulu hakim kerajaan di panggil raja untuk menyiapkan debat sayembara antara raja dan si orang kaya.

_________

Para penghulu hakim kerajaan yang diperintahkan raja pun mulai bekerja, seantero negeri pun menyambut pesta sayembara ini dengan gegap gempita diiringi kontroversi di tengah masyarakat kerajaan Jancoker.

Seantero jagad pun gempar, karena pertama kali dalam sejarah kerajaan kerajaan seantero jagad Sim Salabin, seorang raja mempertaruhkan tahtanya kepada seorang rakyatnya yang dikenal mashur karena kekayaan dan ilmu kebijaksanaannya.

Debat sayembara inipun tak bisa di elakkan menimbulkan gesekan dan perdebatan di tengah masyarakat yang berkembang demikian tajam.

Masyarakat mulai terbelah, dan masing masing setia kepada pilihannya antara raja  dan si orang kaya. Masyarakat yang pro raja, membela bahwa demi menyelamatkan negeri dari pencaplokan negara asing raja rela mempertaruhkan tahta kerajaannya yang telah dipertahankan dengan nyawa sejak dari leluhurnya.

Sementara pengikut si Orang Kaya yang tak kala histerisnya, akan setia membela sampai mati pilihannya pada si Orang Kaya dengan harapan, jika si Orang Kaya kelak menjadi raja maka penderitaan hidup rakyat kerajaan Jancoker akan sirna, seperti sang fajar menerangi pagi.

Hari yang di tunggu tunggu pun tiba sayembara debat pun dilaksanakan, stadium perhelatan penuh sesak dari kedua kubu, kubu sang raja dan kubu si orang kaya. Kubu si Orang Kaya ditandai dengan pakaian putih, sedang kubu sang raja dengan pakaian warna merah.

Hari itu stadium ‘demokreji’ kebanggan kerajaan Jancoker bergemuruh, suara sorak sorai berbalas balasan dengan pemandangan kontras, warna merah dan putih.

Kepala para penghulu hakim diikuti penghulu hakim lainnya menuju arena debat, suara stadium tiba tiba hening, sebelumnya protokoler melalui pengeras suara meminta hadirin diam dari sorak sorai menunggu arahan kepala para penghulu hakim, Mat Kadir.

Kepala para penghulu hakim dan penghulu hakim yang jumlah 9 orang pun duduk di kursi kebesarannya dengan baju toga warna gelap, hitam.

Mat Kadir kepala penghulu hakim, kemudian berdiri dan mempersilahkan melalui corong pengeras suara agar raja kerajaan Jancoker yang pertama tama yang memasuki arena sayembara debat.

Saat raja memasuki arena, berjalan penuh wibawa, terdengar suara gemuruh pendukung raja berteriak, “Hidup Raja!” Berkali kali, bertalu talu dengan suara trompet pendukung, “Selamatkan Kerajaan Jancoker!”

Namun disebrangnya pendukung pro si Orang Kaya tidak tinggal diam berteriak membalas “huuuuuuuuu..” pun berkali kali mengimbangi teriakan sorak sorai pro raja. Bagi mereka ini kesempatan yang tak boleh lepas untuk menghina sang raja atas penderitaan dan kesulitan  hidup yang mereka alami selama ini.

Mat Kadir memerintahkan kembali hadirin diam, giliran si Orang Kaya di dipersilahkan menuju arena, berjalan penuh semangat, si Orang Kaya memasuki arena sambil tangan melambai ke para pendukungnya, sorak sorai pun pecah dengan suara “lawan” dan teriakan kata, “Meedeka!” Berkali kali diringi alat musiiikk rebana, sebaliknya pihak pro raja tak kalah ribut membalas dengan teriakan, “Yuuuuu…” mengimbangi sorak sorai relawan pendukung si orang kaya.

Sebelum sayembara debat di mulai, Mat Kadir menyampaikan sambutan pengantarnya yang berisi basa basi, puja puji kepada raja, dan sedikit penghargaan kepada si orang kaya, serta irit perhatian kecuali kalimat kalimat dogma berisi kepada kedua relawan yang memenuhi stadium demokreji.

Sampailah Mat Kadir untuk menyampaikan peraturan untuk kedua  peserta sayembara debat.

“Duli paduka raja yang mulia dan sahabat paduka raja yang bijak berilmu tuan nan kaya peserta sayembara debat.”

Mat Kadir pun melanjutkan uraiannya, “Para hakim yang mulia dalam keputusan rapatnya telah menyusun aturan dalam sayembara debat ini, hanya ada 1 pertanyaan untuk ke dua peserta, dan di jawab dalam tempo tidak lebih dari 1 menit, ditandai dengan gong tanda berakhir.”

“Apakah tuanku paduka yang mulia baginda raja dapat memahami,” sambil Mat Kadir menunduk hormat kepada sang raja.

Sang raja menjawab lugas, “teruskan Mat Kadir.” Jawab sang raja singkat.

Selanjutnya, “apakah sahabat paduka raja tuan yang bijak berilmu nan kaya bisa memahami.”

Si Orang Kaya kemudian menjawab pendek, “faham hakim yang mulia.”

Protokoler acara pun, menyampaikan kepada hadirin lewat corong pengeras suara, bahwa sayembara debat antara paduka raja yang mulia melawan si Orang Kaya bijak berilmu tinggi akan segera dimulai. Seketika stadium demokreji laksana petir dan gempa yang pecah, suara  dahsyat sorak sorai masing masing relawan tanpa henti menggema berbalas balasan mendukung pilihannya dan menghina pilihan lawan.

Ada kekuatiran para hakim yang berjumlah 9 orang itu atas situasi stadium, namun protokoler acara kerajaan sudah menentukan protap, bahwa sayembara debat harus berlangsung.

Setelah para hadirin dan relawan kedua belah pihak tenang dan tertib. Mat Kadir mengambil secarik kertas yg di disodorkan oleh wakil ketua penghulu hakim. Hadirin pun diam, kedua peserta nampak tenang, cuma si Orang Kaya tampak terlihat dengan mimik serius, sementara sang raja tampak santai, berhias senyum.

Akhirnya Mat Kadir membacakan pertanyaannya dengan memberi kesempatan pertama kepada si orang kaya.

“Tuan nan kaya yang bijak berilmu tinggi, simak pertanyaannya : Apakah yang paling utama tuan lakukan dalam menyelesaikan masalah hutang kerajaan yang telah melilit kehidupan kerajaan dan rakyatnya? Jawab dalam tempo satu menit.”

Si Orang Kaya pun tersenyum sumringah dan percaya diri, pikirannya mekar menangkap jawab, “Hakim yang mulia jawaban saya adalah kerajaan berhenti berutang.”

Stadium demokreji seperti hendak meledak oleh sorak sorai dari berbagai aksi dari relawan si orang kaya, mereka tumpah dan histeris sepertinya merasa menang, seakan kesulitan hidup yang mereka alami selama ini karena pajak yang tinggi, harga kebutuhan hidup dan bahan pokok sehari hari terus melambung, karena kerajaan jancker harus membayar hutang setiap tahun plus bunga yang tinggi. Kejengkelan mereka terhadap sang raja selama ini seperti terbalas sudah oleh kalimat jawaban si orang kaya.

Sorak sorai stadium demokreji yg gegap gempita di diiringi dengan tepuk tangan riuh seakan memberi penghargaan tinggi kepada si Orang Kaya disertai dengan teriakan  “dialah raja kita yang baru, dialah masa depan anak cucu kita.”..

“Hidup raja baru!” Berkali suara itu di teriakkan dan langit pun seakan bergetar menerima dentuman suara diri bumi. Para relawan si Orang Kaya menangis Histeris dan berpelukan terutama emak emak yang hadir, karena merekalah yang paling merasakan dampak dari harga harga yang melambung.

Relawan sang raja banyak terguncang, seakan menerima kebenaran jawaban si orang kaya, namun karena mereka mencintai sang raja mereka tetap berteriak mengimbangi relawan si Orang Kaya namun sudah tidak sekencang awalnya kehadiran mereka.

Baginda raja terlihat menahan marah dan kesal namun cepat menguasai diri, dan berguman dalam hati saya tetaplah raja dan kalian semua tetaplah pengabdiku.

Kemudian Mat Kadir melanjutkan tugasnya menyampaikan pertanyaan yang sama, “Duli Tuan ku baginda raja yang mulia,” sambil Mat Kadir menundukkan badan, “Yang mulia : Apakah yang paling utama baginya raja lakukan dalam menyelesaikan masalah hutang kerajaan yang telah melilit kehidupan kerajaan dan rakyatnya? Di jawab sama dalam tempo satu menit duli tuanku.”

Tanpa pikir panjang dengan keyakinan penuh, raja bertolak pinggang di depan para hakim, “Hei kalian para hakim mau tahu jawaban raja?” Sambil menatap para hakim, Hakim pun tertunduk tak berani menatap raja, lalu setengah menghardik sang raja pun berkata. “Jawaban saya, Kerajaan akan tetap berutang.”

Setelah menegaskan jawaban dan sikapnya, Raja pun bergegas keluar stadium di ikuti para hulubalang tidak terkecuali Perdana Menteri. Sontak sorak sorai menggema dari relawan si Orang Kaya yang merasa menang berteriak histeris, “huuuuuuuuu….” bertalu talu di diiringi teriakan tanpa komando, “Hidup Raja baru!” Berkali kali, tak bosan bosannya membuat ciut relawan sang raja, apa lagi sang raja kesayangannya sudah meninggalkan arena sayembara debat.

Tinggallah Para penghulu hakim dan protokoler istana yang terbengong bengong, karena diluar rencana sang raja tidak sampai selesai hingga pengumuman pemenang sayembara debat seperti yang sudah di atur.

Si Orang Kaya tidak terlalu hirau dengan kepergian sang raja, dia bahkan larut dalam perasaan menang bersama relawan pendukungnya, di pikirannya hanya satu saya adalah pemenangnya, dan saya akan menjadi raja seperti harapan para pendukungnya.

Sementara di luar sana sang raja di atas kereta kencana tersenyum puas matanya menari nari, seperti ada sesuatu rencana yang berjalan seperti harapannya dengan keyakinan kuat dan penuh perhitungan matang rencananya tersebut akan berhasil.

Sang raja pun mengumpat lepas, “Hei orang kaya kamu masuk dalam jebakanku.”

Kembali ke dalam stadium demokreji terlihat suasana makin gaduh dan mulai suli di kendalikan, akhirnya para pengawal kerajaan berdatangan memenuhi arena yang tak terhitung banyaknya masuk dari segala arah pintu stadium. Relawan yang tadinya gaduh dan histeris mulai nampak ketakutan dan cemas akan  tindakan pengawal kerajaan yang terkenal kejam itu.

Protokoler kerajaan meminta semua hadirin untuk bersikap tenang tertib bagi yang melawan akan diseret oleh pengawal kerjaan ke hotel prodeo penjara bawah tanah.

Para penghulu hakim yg berjumlah 9 orang yang di pimpin Mat Kadir bersepakat agar pengunuman pemenang akan di umumkan di gedung Mahkamah Komisi. Mat Kadir menyampaikan keputusan tersebut melalui pengeras suara.

“Hadirin sekalian,
Menimbang,
Mengingat,
Memutuskan, dan
Menetapkan,

Situasi yang tidak kondusif dan di luar rencana, maka para penghulu hakim bersepakat pengumuman pemenang sayembara debat akan di umumkan di gedung Mahkamah Komisi.”

Mat Kadir pun mengetuk palu 3 kali, tok tok tok..!

Stadium demokreji pun kembali pecah oleh sorak sorai relawang pendukung si orang kaya,

“Huuuuuu…” .. “Putuskan segera pemenangnya!”.. “Hidup Raja baru!” Berkali kali teriakan tanpa di komando itu terucap histeris dari massa relawan yang tak puas.

Pengawal kerajaan mulai gusar, pentungan mulai dipukulkan keperisai pengawal terdengar serentak oleh ribuan pengawal, suaranya menggema dalam stadium, namun suara itu justru membuat histeris para relawan si Orang Kaya yg mulai marah.

Melihat situasi yang tidak kondussif, si Orang Kaya nan bijak berilmu tinggi itu, meminta pengeras suara, Mat Kadir yang sudah kehilangan kontrol, menyerahkan corong pengeras suara kepada si orang kaya.

Si Orang Kaya pun menenangkan pendukungnya dengan rasa bijaksana yang tinggi, “saudara saudaraku para pendukung ku mari kita menenangkan diri sejenak,  hari ini kita sudah menang namun kita butuh kesabaran sedikit sebab pengumuman pemenangnya harus dihadiri lengkap oleh peserta sayembara debat, yakni saya dan baginda raja di gedung Mahkamah komisi.”

“Saya berharap kawan kawan sekalian sebagai relawan setia satu jiwa dengan ku, dapat bersabar menunggu pengumuman kemenangan kita di gedung Mahkamah Komisi, mari kita pulang kerumah dengan damai.” Si Orang Kaya pun menutup himbauannya.

Seluruh Relawan, terdiam manut, tertunduk lesu, namun semangat menunggu harapan kemenangan di gedung Mahkamah Komisi. Mereka pun berangsur pulang pulang tak sedikit yang ngedumel kecewa.

Para penghulu hakim berdecak kagum, dan berterima kasih kepada si Orang Kaya yang bijak berilmu atas pengaruhnya kepada para pendukungnya yang demukian taat kepada si orang kaya.

Di pimpin Mat Kadir para penghulu hakim menyalami si Orang Kaya tanda penuh terima kasih, bahkan ada diantara para penghulu hakim memeluknya sebagai rasa kagum yang dalam.

_________

Esok hari, Raja memerintahkan Perdana Menteri memanggil Kepala Para Penghulu Hakim.

Mat Kadir menghadap kemudian, dan bertemu raja esok harinya.

“Mat Kadir, bagaimana hasil keputusan rapat para penghulu hakim yang dipimpin oleh mu apakah suara putusan itu bulat untukku?”

Mat Kadir pun terperangah kaget, wajah nya terlihat kaku namun cepat ia mengontrol diri terbata bata menjawab sambil berpikir keras. “Pa..duka yang mulia, mo..hon kiranya diberi wak..tu yang mulia, masih ada penghulu hakim hingga hari ini belom masuk karena sakit yang mulia.”

Wajah baginda raja terlihat tegang menatap tajam kearah Mat Kadir lalu ia angkat bicara, “Mat Kadir apakah kenaikan tunjangan jabatan para penghulu hakim sudah direalisasikan bulan in?”

“Su.. sudah paduka yang mulai”, jawab Mat Kadir singkat.

“Baiklah segera buat keputusan agar kegaduhan tidak berlangsung lama.”

“Baik yang mulai, titah baginda segera kami laksanakan.” Mat Kadir pun menunduk sungkem untuk pamit kepada baginda raja.

Dalam perjalan pulang, Mat Kadir berpikir keras, bagaimana bisa mempengaruhi 4 hakim lainnya yang kekeh memberi kemenangan kepada si orang kaya.

Raja tetap menginginkan bulat atas kemenangannya dalam sayembara debat. Mat Kadir bersandar lesu dalam kereta kudanya, sekujur tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.

Esok harinya perdebatan dalam majelis para penghulu hakim berlangsung tegang dan alot, terlihat Mat Kadir bersandar lesu dikursinya namun pikirannya menerawang mencari ide segar keluar dari jalan buntu perdebatan para penghulu hakim.

Tiba tiba Mat Kadir, berdiri sambil tangan menopang memegang bibir meja majelis dan berkata dengan tenang.

“Saudara majelis para penghulu hakim yang mulia, sudah sejak pagi kita berdebat hingga tengah malam ini, semua alasan punya kebenarannya, namun kita hari ini hanya di tuntut untuk mengambil keputusan suara bulat.”

“Saudara para penghulu hakim yang mulia, diluar sana selain diri kita ada keluarga besar kita menunggu dengan cemas apakah kita masih bisa tegak dalam majelis ini, atau kita terlempar di luar sana seperti nasib para pengeritik kerajaan.”

Majelis para penghulu hakim tiba tiba hening usai mendengar ucapan kepala para penghulu hakim Mat Kadir, para penghulu hakim terdiam dan tenggelam dengan pikiran mereka masing masing.

Mat Kadir melanjutkan uraiannya sebagai pamungkas membela sang raja.

“Hanya ada 2 pilihan buat kita saudara para penghulu hakim yang mulai, 1. Menerima semua fasilitas tambahan dan kenaikan gaji tunjangan jabatan, atau yang ke 2. Kita terlempar di luar arena. Silahkan saudara majelis yang mulia memikirkannya.”

Suasana majelis yang tadinya sudah sepi pun semakin hening, hanya para wajah para penghulu hakim saling berpandangan, seakan saling mengajak kepada konsensus.

Pikiran yang tadinya tegang mulai berangsur angsur mencair mencari titik terendah persinggahan harapan para penghulu hakim.

Mat Kadir membaca suasana kebatinan kawan kawannya yg mulai mencair menurutnya, pelan tapi pasti malam ini putusan majelis Mahkamah Komisi akan bulat.

Akhirnya tuan guru angkat bicara mewakili salah seorang majelis para penghulu hakim yang tadinya paling keras memenangkan si orang kaya.

“Kepala para penghulu hakim dan para penghulu hakim yang mulia, kami majelis penghulu hakim yang kekeh memenangkan si orang kaya, tapi demi kemuliaan kerajan dimata para sekutunya terutama yang selama ini menjadi negara sahabat yang diberi karpet merah oleh kerajaan Jancoker, tak ada pilihan lain kecuali mengikuti daulat baginda raja.”

“Baginda raja adalah pemegang kekuasan tertinggi dan absolut, tak ada yang dapat memungkiri dan dalam situasi seperti ini keadilan hanyalah fatamorgana akal sehat,” lanjutnya.

Tak ada lagi debat sesudah penghulu hakim yg dikenal sangat kuat menentang prilaku politik sang raja selama ini, rapat majelis Mahkamah Komisi itu lalu ditutup Mat Kadir dengan suara bulat dari 9 anggota para penghulu hakim.

Hari pengumuman pun tiba, si Orang Kaya pun hanya dapat menerima pasrah kekalahannya, Raja tetap bertahta di singgasana sananya.

Keributan meminta korban terjadi di seantero negeri, si Orang Kaya nan berilmu tinggi pun dibujuk, dan  rekonsiliasi pun terlaksana seolah olah.

Si Orang Kaya walau seluruh hartanya di sita untuk negara sebagai konsekwensi yang harus diterima atas kekalahan dalam sayembara debat yang dimenangkan raja atas keputusan majelis hakim Mahkamah Komisi, namun sebagai sarat rekonsiliasi antara sang raja dan si orang kaya, maka si Orang Kaya pun diputuskan mendapatkan sebuah pulau tanpa penduduk, yang oleh sang raja diberi nama Pulau  Kemenangan.

Pulau kemenangan terletak di seberang pantai istana sang raja. Entah apa maksud sang raja pulau tersebut dipilih untuk si orang kaya, pada banyak pulau lainya di sekitar pantai kerajaan. Apakah karena pulau tersebut terlihat dari kejauhan dari jendela besar kamar peraduan sang raja? Hanya sang majalah yang tahu.

Banyak pengikut si Orang Kaya menyeberang ke pulau tersebut mengikuti sang pujaannya, mereka berharap pulau tersebut menjadi pelabuhan harapan dengan kehidupan baru yang lebih menjanjikan.

Bagi para pengikut si orang kaya, peristiwa yang terjadi saat ini seperti inti narasi isi ajaran 2 buku si Orang Kaya yang berjudul  Menang dan Kalah:

Menang karena Kesatria, kalah pun karena Kesatria.

Setiap kali sang raja melihat pulau kemenangan dari jendela besarnya, setiap kali pula sang raja tersenyum kecut. Pulau itu selalu mengingatkannya tentang arti kemenangan dan penghianatan. Sekali pun ia bangga kerajaan dan tahtanya bisa di selamatkan, tapi sang raja pun menyadari akan pertanyan besar sang hidup yang selalu menghantuinya. Sampai kapan situsi ini mampu dipertahankan tidak punah? Ada perasaan nisbih yang kuat dari dalam diri sang raja.

Sebaliknya, si Orang Kaya nan bijak berilmu setiap kali melihat istana raja dari kejauhan di seberang pulaunya, ia hanya tersenyum lepas, dalam hati ia berkata bijak disana ada kemegahan, juga keserakahan yang tak pernah cukup. Disana ada kemegahan yang terampas.

             T A M A T
_________

Penulis :
Muhammad Nur Lapong,
Direktur LBH ForJIS