Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Telan Rp550 Juta, 'Getah Getih' Disoal FITRA
Capture Instagram @Aniesbaswedan

Telan Rp550 Juta, ‘Getah Getih’ Disoal FITRA



Beritabaru.co, Jakarta – Pembongkaran instalasi bambu ‘Getah Getih’ di Bundaran Hotel Indonesia (HI), menjadi polemik. Pasalnya, karya seni dari seniman Joko Avianto yang terdiri dari susunan bambu itu dianggap pemborosan anggaran dan mubazir semata.

Apalagi dana pembuatannya dikabarkan menggunakan APBD Provinsi DKI Jakarta senilai Rp550 juta.

Menanggapi kabar itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Sekjen FITRA), Misbah Hasan menyampaikan agar Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan transparan soal anggaran pembuatan ‘Getah Getih’ tersebut.

Menurut Misbah, persoalan utamanya terletak pada kurangnya informasi mengenai ketahanan instalasi seni tersebut yang hanya 6 hingga 12 bulan.

“Seharusnya Pemda DKI memasang papan informasi jumlah anggaran, sumber anggaran (APBD/CSR/lainnya), siapa yang mengerjakan, dan berapa lama daya tahan produk seni tersebut”. Tuturnya kepada redaksi beritabaru.co, Jumat (19/7).

Ia juga menilai, anggaran sebesar Rp550 juta untuk karya seni semacam instalasi ‘Getah Getih’ sangat relatif, tidak bisa di ‘judge’ (dituduh_red.) terlalu mahal atau terlalu murah. Hanya saja, Pemprov DKI perlu lebih transparan menginformasikan rinciannya.

“Jangan-jangan anggaran sebesar itu banyak dipakai untuk rapat-rapat persiapan dan lain sebagainya. Untuk pembuatan instalasinya sendiri tidak sebesar itu”. Ucapnya sambil menyindir.

Kalaupun anggarannya berasal dari CSR, kata Misbah, perlu merujuk pada UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagai acuan utama penggunaan CSR untuk membiayai kegiatan yang punya implikasi langsung terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup.

“Seni juga penting, tetapi melanjutkan pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang mangkrak seharusnya lebih diprioritaskan”. Ujarnya mengingatkan.

Selain RPTRA, Misbah juga menjelaskan bahwa kota metropolitan seperti Jakarta harus memperbanyak ruang terbuka hijau untuk menyerap polusi yang terus memburuk. [Dafit/Rilis]