Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Soroti Masalah Perkawinan Anak, Kemenko PMK: Perkuat Edukasi!
Stop perkawinan anak. (Foto: Dok. Istimewa)

Soroti Masalah Perkawinan Anak, Kemenko PMK: Perkuat Edukasi!



Berita Baru, Jakarta – Perkawinan anak masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Meskipun telah ada undang-undang yang melarang, praktek ini masih terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di daerah yang terpencil, miskin, dan memiliki akses terbatas terhadap pendidikan dan informasi.

Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendorong kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi tentang dampak negatif perkawinan anak.

“Edukasi dan sosialisasi mengenai dampak negatif perkawinan anak perlu terus diperkuat,” kata Asisten Deputi Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan Kemenko PMK Jelsi Natalia Marampa, Minggu (9/4), sebagaimana dikutip dari laporan Anatara.

Jelsi Natalia Marampa menjelaskan bahwa praktek perkawinan anak atau pernikahan usia dini dikhawatirkan dapat memengaruhi kualitas kesehatan ibu dan anak. Baik secara kesehatan fisik maupun mental.

“Misalnya kondisi fisik seorang perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun, dikhawatirkan kondisi fisiknya belum siap melahirkan dan menjadi ibu. Melahirkan usia muda juga dikhawatirkan mengancam jiwa ibu dan bayi,” ujarnya.

Selain itu, bagi Jelsi Natalia Marampa perkawinan anak juga dikhawatirkan minim kesiapan sehingga tidak disertai dengan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah. 

“Pemeriksaan kesehatan menjadi hal yang penting guna memastikan calon pengantin tidak mengalami anemia,” jelasnya.

Dijelaskan Jelsi Natalia Marampa, jika calon pengantin perempuan menderita anemia maka berpeluang menderita anemia saat hamil sehingga berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah dan meningkatkan risiko melahirkan bayi stunting.

Oleh sebab itu, menurut Jelsi Natalia Marampa untuk upaya dini mencegah perkawinan anak dibutuhkan peran keluarga, khususnya orang tua, dan lingkungan sekitar.

“Oleh karena itu, edukasi diperlukan guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman keluarga serta masyarakat agar bersama-sama mencegah perkawinan anak,” tuturnya.

Baginya, dengan pelibatan keluarga dan masyarakat dalam upaya pencegahan, diharapkan dapat tercipta kesadaran dan tindakan yang lebih baik untuk menghindari praktik pernikahan usia dini.