Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Musim Kemarau
Ilustrasi musim kemarau (foto: Antara)

Riau, Jambi, dan Sumut Diprediksi Alami Musim Kemarau Dua Kali, Apa Dampaknya?



Berita Baru, Jakarta – Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara akan mengalami dua musim kemarau yang meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan dalam konferensi pers di Jakarta, bahwa Riau, Jambi, dan Sumatera Utara akan memasuki musim kemarau tahap pertama pada Februari 2023, dengan prediksi curah hujan bulanan kurang dari 100 milimeter.

“Pada Februari nanti kemarau terjadi di Riau, sebagian Jambi, dan sebagian Sumatera Utara. Itu memang lazim di daerah tersebut dua kali mengalami musim kemarau, artinya lebih kering dari wilayah lainnya,” kata Dwikorita, Jumat (27/1/2023).

“Poin penting yang perlu diwaspadai adalah kebakaran hutan dan lahan,” imbuhnya.

BMKG mengungkapkan ketiga provinsi itu akan mengalami musim hujan pada Maret dan April 2023. Kemudian, kembali mengalami musim kemarau pada Mei, Juni, Juli bersamaan dengan daerah lain di Indonesia.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG Dodo Gunawan menjelaskan perbedaan musim itu terjadi akibat pergerakan semu matahari dari selatan ke utara, lalu kembali lagi ke selatan.

“Saat melintas ekuator itu, pola hujan wilayah-wilayah tersebut termasuk Riau itu mempunyai dua pola. Artinya ada musim kemarau yang lebih pendek di bulan Februari-Maret, kemudian naik kembali, dan setelah itu turun pada sekitar Mei menyamai tempat-tempat yang lain,” jelas Dodo.

BMKG memprediksi potensi ancaman kebakaran hutan dan lahan semakin tinggi memasuki musim kemarau yang diprakirakan akan dimulai pada April – Mei 2023 mendatang, terkhusus daerah-daerah yang yang memiliki kawasan hutan dan lahan gambut.

BMKG melihat ada potensi terjadinya penurunan curah hujan setelah tiga tahun terakhir 2020, 2021, 2022 terjadi La Nina dan kondisi curah hujan di atas normal. Kondisi itu dikhawatirkan bisa memicu terjadinya peningkatan potensi kebakaran hutan dan lahan seperti yang terjadi di tahun 2019.

Musim kemarau tersebut, kata Dwikorita, sesuai dengan prediksi yang pernah disampaikan BMKG pada Oktober 2022 lalu, terkait kondisi La Nina yang semakin melemah dan transisi menuju kondisi netral.

Sampai enam bulan ke depan, BMKG memprediksi sifat curah hujan bulanan akan didominasi oleh kategori normal. Namun sifat curah hujan kategori bawah normal berpeluang terjadi di sebagian Sumatera bagian tengah, sebagian Kalimantan bagian tengah, sebagian Sulawesi bagian tengah dan sebagian kecil Papua pada Februari-Maret 2023 dan sebagian besar Sumatera dan Jawa pada Mei dan Juni 2023.

Sedangkan, sifat curah hujan bulanan kategori di atas normal berpeluang terjadi di Sumatera bagian utara, Kalimantan bagian timur dan utara pada Februari dan Maret 2023, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara pada Februari 2023 dan Papua bagian tengah dan selatan pada Juni 2023.

Adapun pada Maret hingga Mei 2023, beberapa wilayah di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara akan mengalami periode transisi atau peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau yang memicu fenomena cuaca ekstrim, seperti hujan lebat, angin puting beliung, dan angin kencang yang meskipun periodenya singkat namun sering memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.