Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ratusan Pemuda Pemalas Mendiskusikan Filsafat untuk Pemalas

Ratusan Pemuda Pemalas Mendiskusikan Filsafat untuk Pemalas



Berita Baru, Malang – Usai diguyur hujan yang lembut, Kawasan taman Merjosari Malang menjadi syahdu dan dingin. Milenial dari berbagai kampus berkumpul di Oase Café & Literacy. Mereka semua ingin mempelajari dirinya melalui buku Filsafat untuk Pemalas karya Ach. Dhofir Zuhry.

Kemarin, Selasa, 6 Februari 2024, Gubuk Tulis bekerja sama dengan Gramedia, Penerbit Elex Media Komputindo, dan Oase Institute menggelar diskusi buku Filsafat untuk Pemalas. Adapun narasumber yang hadir di antaranya Destriana Saraswati dan Pdt. Nicky Widyaningrum. Sedangkan, ada Jefri Hadi S. sebagai moderator atau pemandu acara.

Berbagai peserta hadir dari berbagai komunitas dan organisasi, beberapa di antaranya IPNU-IPPNU Kota Malang, GUSDURian Malang, Komunitas Santri, Komunitas Literasi, PMII dan lainnya. Jefri memulai mengawali diskusi dengan mengajak berdoa bersama dan mengenalkan profil narasumber atau pembahas yang hadir.

Destriana Saraswati menyampaikan kekagumannya terhadap Filsafat untuk Pemalas karya Gus Dhofir. Menurutnya, buku itu mengagetkan dan berhasil membangkitkan pemalas untuk merefleksikan diri kembali, untuk memikirkan dirinya.

“Buku ini banyak topik dan isu yang dibahas, meski demikian buku ini tetap renyah dan komprehensif. Saya kira buku ini seperti buku Pengantar Filsafat. Ternyata tidak. Buku ini cukup canggih mengoyak-ngoyak daya pikir para pemalas,” tambah akademisi Universitas Brawijaya itu.

Ratusan Pemuda Pemalas Mendiskusikan Filsafat untuk Pemalas

Perempuan asal Batang itu juga menyebutkan bahwa buku ini tidak hanya berhenti pada pembahasan filsafat saja, tapi juga tentang filsafat timur. Selain itu, buku ini menjadi menarik karena membahas juga tentang Pancasila.

Pdt. Nicky menyambung pembicaraan Destri. Menurutnya memang menarik buku ini. Buku ini mengambil diksi Pemalas, yang mungkin juga dekat dengan generasi milenial. Di mana banyak ditemui generasi milenial yang malas mengunyah informasi dan berpikir kritis.

“Selain itu, ada banyak hal pada buku ini. Karena saya perempuan dan saya pendeta, saya juga menandai adanya topik gender dan agama. Pada isu gender di sini juga dijelaskan tentang Second Sex,” tambah teolog GKJW itu.

Buku ini juga meneguhkan panggilan ini, tentang welas asih, welas asih juga disebutkan berulang kali dalam buku ini.

Saya juga tertarik di bagian makrifat petani. Saya belajar dari tulisan itu. Kita para pemalas perlu belajar dari petani, yang gagal panen dan segalanya, tapi besoknya tetap bertani. Petani adalah pekerjaan yang paling beriman menurutnya.

Ada pesan kuat lain dari buku ini, yang belum pernah saya baca dan dengar, “Belajarlah kepada sesama tentang manusia dan kemanusiaan, bahkan sebelum belajar tentang tuhan dan agama, supaya ketika kita membela tuhan dan agama kita menjadi ingat bahwa kita manusia

Gus Dhofir, demikian akrab dipanggil menanggapi paparan para narasumber. Dia mengatakan bahwa filsafat itu sejatinya bukanlah sesuatu yang mengawang-awang. Ia membumi menjadi persoalan bagi setiap manusia yang berpikir.

“Filsafat hadir ke keseharian kita, menjumpai kita, mengetuk kesadaran kita atau filsafat menjadi sesuatu yang kemudian kita renungi,” ujar Gus Dhofir.

Menurut kiai muda itu, peran filsafat dalam kehidupan membuat hidup menjadi lebih bahagia dan menyenangkan. Bahwa ketika melakukan sesuatu tidak boleh berpura-pura dan jadilah diri sendiri. Fokus pada diri sendiri, karena hidup sejatinya untuk membahagiakan diri sendiri.

Gus Dhofir juga menjelaskan bahwa melalui buku ini, dia tidak hanya menyampaikan filsafat tetapi juga mempromosikan bahasa Indonesia di kalangan Gen Z. “Ada bahasa Indonesia yang jarang kita dengar seperti suai bibir atau yang biasa kita kenal lipsync, dst. ada di buku ini. Jadi sebetulnya bahasa Indonesia juga kaya,” paparnya.

Setelah paparan demi paparan diskusi berlanjut dengan sesi tanya jawab bersama peserta. Ada yang menanyakan tentang seberapa penting filsafat, mengapa harus berfilsafat, dan bagaimana menjadi manusia yang mampu mengatasi persoalan jati diri.

Usai dialog, acara berlanjut dengan potong tumpeng dalam rangka memperingati hilang tahun Gubuk Tulis yang ke-8. Tak lupa, acara juga diakhiri dengan pembagian souvenir kepada para penanya. Dan tentunya, foto bersama. (Muiz)