Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ratna Juwita Berkomitmen Perjuangkan Nasib Guru Honorer dan Non-Kriteria

Ratna Juwita Berkomitmen Perjuangkan Nasib Guru Honorer dan Non-Kriteria



Berita Baru, Tuban – Di tengah kegiatan reses masa sidang kedua tahun 2020, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari juga menerima sejumlah aspirasi dari berbagai kalangan.

Salah satunya adalah Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori usia 35 tahun ke atas (GTKHNK 35+) yang ia terima di Rumah Aspirasi Iya Juwita yang berlokasi di kawasan Ruko Merak Kabupaten Tuban

Dalam kesempatan tersebut para pengurus GTKHNK 35+ Kabupaten Tuban yang diwakili oleh beberapa pengurus tingkat Kecamatan menyampaikan keluh kesah terkait masa depan mereka.

Para pengurus tersebut menceritakan bahwa dalam rapat koordinasi nasional GTKHNK 35+ di ICC Kemayoran Jakarta Pusat pada tanggal 20 Februari 2020, mereka telah menyampaikan tuntutannya kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Tuntutan para pejuang pendidikan tersebut antara lain mengangkat GTKHNK yang berusia lebih dari 35 tahun menjadi pegawai negeri sipil (PNS) tanpa harus melalui tes, tapi langsung ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Selain itu tuntutan mereka adalah mendapatkan gaji sesuai upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) bagi guru langsung dari APBN yang dibayar rutin setiap bulan.

Pengurus GTKHNK 35+ yang mewakili teman-temannya di Kabupaten Tuban tersebut meminta kepada Ratna Juwita Sari untuk memperjuangkan tuntutan mereka tersebut kepada Presiden Republik Indonesia.

“Kami perlu menggalang dukungan politik untuk memastikan tuntutan kami diwujudkan. Salah satunya melalui anggota DPR RI”. Kata salah satu perwakilan yang hadir.

Menanggapi aspirasi dari GTKHNK 35+ tersebut, Ratna Juwita terlihat antusias dan sangat serius memperhatikan. Menurut anggota Komisi VII DPR RI yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) itu, tugasnya adalah mendengar, mencatat dan memperjuangan aspirasi mereka.

“Tugas saya hari ini hanya mendengar, mencatat dan InsyaAllah siap memperjuangkan. Agar kedepan kejelasan status maupun kesejahteraan para pahlawan pendidikan kita ini semakin baik”. Terang Ratna usai menerima perwakilan GTKHNK 35+ di Tuban, pada Senin (16/3).

Ratna menjelaskan, meskipun penempatan dirinya tidak di Komisi yang membidangi pendidikan, tetapi untuk memperjuangkan hal ini dapat melalui koleganya dari Fraksi PKB yang berada di Komisi X DPR RI.

Selain itu, mengingat posisinya sebagai salah satu anggota Banggar DPR RI, maka arah kebijakan anggaran dalam APBN untuk urusan pendidikan akan menjadi salah satu perhatian khususnya. Sehingga dapat menjawab aspirasi para guru yang tergabung dalam GTKHNK 35+ baik yang ada di Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, maupun secara nasional.

“Berjuang di DPR itu tidak hanya terkunci dalam komisi. Kita punya kolega dalam Fraksi yang sama atau bahkan lintas fraksi. Tugas saya di Banggar juga dapat mengambil peran untuk memperjuangkan kebijakan anggaran untuk para guru honorer tersebut”. Tegasnya.

Ratna Juwita Berkomitmen Perjuangkan Nasib Guru Honorer dan Non-Kriteria

Dalam catatan tim Rumah Aspirasi Iya Juwita yang diperoleh redaksi beritabaru.co, penyampaian aspirasi para guru honorer dan non-kategori usia di atas 35 tahun tersebut sebenarnya cukup banyak.

“Dalam catatan Rumah Aspirasi Iya Juwita, ada sembilan aspirasi”. Tutur Muhid Maksum, Direktur Rumah Aspirasi Iya Juwita.

Cak Muhid, sapaan akrab aktivis senior tersebut, menguraikan kesembilan aspirasi tersebut antara lain permintaan kenaikan honor yang dianggap jauh dari kelayakan, permintaan SK individu bukan SK kolektif seperti yang selama ini mereka terima, permintaan tambahan insentif dan iruan BPJS ditanggung untuk guru usia di atas 35 tahun, dan juga mereka khawatir keberadaan tenaga honorer akan dihapus pemerintah.

Selain itu, lanjut Cak Muhid, mereka meminta kepada Ratna Juwita mendukung hasil Rakornas GTKHNK 35+, permintaan GTT masuk sebagai kelompok penerima manfaat program PKH, permintaan pembayaran honor disamakan dengan PNS, mengkhawatirkan posisi GTT tergusur PNS baru, dan meminta transparansi anggaran daerah untuk bidang pendidikan. [HP]