Puisi-Puisi Faris Al Faisal: Melihat Sorot Lampu
Melihat Sorot Lampu
Seorang anak berusia tujuh puluh tahun, tersesat
Mencari ibunya. Di pasar sayur. Ia bertanya pada lelaki
Di kaki lima yang duduk di antara keranjangnya
(ia sedang mengikat kacang panjang),
“Apakah telah lewat perempuan yang masih muda?”
“Tidak, mungkin di lorong yang lain.”
Terlalu lengang padahal, seperti dunia yang ditinggalkan
Tak terdengar suara atau bisik lembut angin
Hanya ada pedagang yang terkantuk kehilangan
Pembeli
Waktu mulai liar, tak mungkin pulang tanpa ibu
Hari cepat silam sementara tangan bukan lagi jembatan
Sebuah kecemasan ia nyanyikan diam-diam
Alangkah sepi kesendiriaan, kasih
Yang ditaburi serbuk-serbuk yang jatuh mengeluh
Kabut meliput dan menyusup rintik hujan
Ia gemetar di tepi jalan, melihat sorot lampu
Senja
Indramayu, 2020
Kebaikan-Kebaikan
Adalah kebaikan-kebaikan kuntum lili kuning
Mengungkai sedih, malam yang terpisah dari bintang
Mengalir duka cita dipuput angin
Ketenangan berayun di bawah pepohonan
Mencerminkan padang yang luas
Berbahagialah kasih, di mana udara merdeka
Membebaskan penjara di jiwa
Indramayu, 2020
Suatu Waktu-Akal Tersesat
Suatu waktu—akal pun tersesat, dan kenangan
Tak memberi apa-apa kecuali luka
Maka baju matahari hilang hangat dan cair
Dan selagi bisa, pergilah ke laut
Di mana kepedihan diuapkan putih garam
Atau dilarungkan dalam-dalam
Segala tangis yang kau sesalkan, kumaklumi
Di sana ladang kita menaburkan biji-biji
Gairah musim dan tangan memetik larik-larik rindu
Indramayu, 2020
Hidup-Hidup
Agar hidup-hidup lebih hidup
Ia nyalakan cinta pada gelapnya jiwa
Dinding yang hampir saja melumpuhkan
Hitam, gema penghabisan
Dengan suara bungaan membuka kuncup
Dunia dan remaja
Memandang pada gairah warna
Jendela dengan angin sejuk
Juga sebuah taman
Hidup-hidup, yang
Menumbuhkan ciuman
Lekas dan setia
Menetap di balik pintu
Tentu, abad-abad bagai sebuah lagu
Irama mengalir, gemericik di sela batuan
Indramayu, 2020
Mutiara Pilu
Hari pun bermahkota mutiara pilu
Ambillah air mata disusul duka dan nestapa
Dengan sekedip terdengar ratap
Menggaungkan kata-kata, yang sadis
Sebab tamasya tak lagi menarik lengan
Berserpihan kenangan, berpaling
Tiada angin menyanyi
Dan gelagat hati tak minta apa-apa
Sebab tak akan ada dendam
Indramayu, 2020
Faris Al Faisal lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi.