Puisi-Puisi Ebi Langkung : Petuah Dangdut
Petuah Dangdut
buah ajaran
dalam ketukan kendang
begitu nyaman didengar
lewat lagu
orang-orang memetik hijau
lirik-putik pesanmu
jadi tingkah dan laku
di rumah-rumah
pagi hari nada dan doamu mengalir
merambati
hingga sore dan malam menjelang memejam
mengalun sulingmu
memanjang ke tebing hening
sebab ikatan moral dan firmanmu
dalam simpul kegembiraan,
jadi lampu terang
bagi akar hitam-putih pekarangan kami
Fikih Dangdut
kuungkap dada sebagai salam
salam rahmat yang memancur
di atas lumpur lamur
pandanganmu
betapa silau kitab atas dirimu
sampai kau mengumpat,
tapi itu dulu
ketika hijau lagu belum dapat mekar
di mata batu
kuungkap hibur pinggul dan joget
salam satu tujuan ke arah malam
yang sempurna bahagia
jangan tanya dari mana hadits dan kitab kuningnya
karena kami hanya pelaku udzur
semata meniru kendang dan suling
di hadapan matamu yang kadang undur
atau sebagai pemangku buta
tak terserat sanad dan perawinya
betapa palsu diriku
dan memang kujaga kebohongan itu
agar di pahaku tak ada label halal-haram
pandanganmu
Tarekat Dangdut
beginilah jalan kami
jalan malam yang gebyar dan berkilau
tak ada kubang bagi sunyi menepi
sebab hendak kukatakan lekuk berahi mimpi
di antara ketukan mata gendang dalam goyang
meski di depanmu aku kau sebut nanar hamba yang sumbang
tapi beginilah radang kami
membangunkan kampung dari sepi
mencubit leluri mimpi
yang lama dingin berseri-seri
kuajak kau berjoget agar kembali hangat
satu acungan jari ke langit
khusyuk masyuk ke dalam diri
menyerap luka yang kiri
dengan suara halus sembunyi-sembunyi
tanah kita yang biasa memuji bulan dan merekam sinar terang
tanpa tahu benih jelata di kedalaman yang tandus
berharap mata air yang tulus dan kudus
Telaga Dangdut
bukan telaga-kausar dari kitabmu
tapi telaga kitab pasar
yang dijejaki pemburu kesasar
dan dibawa nadanya ke bukit bimbang
maka mengalirlah ke arahmu
sebagai lagu
sebagai air
menjadikan tempat mandi sekadar
putri-putri galau
cinta yang haru
seperti merah gincu
di telaga ini
mengalir minyak bulu-perindu
yang menggatalkan setiap angan istrimu
menari di atas luka
atau memulas batu gerhana
ketahuilah, batu bata terasa roti di sini
hingga semua bidadari tak berdaya
mengepakkan sayapnya ke tepi
karna cintamu sedalam yang
tak mampu direnangi
Kitab Goyang
bacalah kitabku
bagaimana riwayat bersanding
dengan tabiatku
dadaku subur bersandar dalam relung
bokongku lebar jatuh dalam lembar bergetar
hinggaplah, hinggaplah, pintaku
maka ia mulai menyusu
sebagaimana lebah
menghasilkan madu
di sini kau kutuntun
sebagaimana keledai yang tabah
dan berserah
mencari tuhan
dalam goyang
Dangdut Shalawat
kucari dendangmu
di antara puja-puji
kumasukkan renik laguku
dalam junjunganmu
sebab kita tahu
musik harus menyentuh segala umat
maka sebab kami yang baru
sebab kami pula yang batu
kau mutiara
di antara batu dan laguku
Dangdut untuk Allah
menggoyang sebaris lagu
aku terjatuh di pucuk kitab sunyimu
serantang buah anggur melayu
mengembang birama teduhmu
hentak gendangku
menuju ke pangkuanmu
mataku jadi rembang
melayang kesejatian langitmu
suling menghanyut seluruhku
jadi dzikir menujumu
aku jadi lupa akan lagu-lagu dan dosa-dosaku
khusyuk menari mabukmu
ke jalur sunyimu
lagu-laguku runtuh
sepersekian dari detakku
engkau lebih dekat dari usaha ketukku
Sorga Aselole
masuklah, dan jangan membantah
aku segera menyarukan kesedihanmu
kesedihan yang membuat insan
jadi goyah; bunuh diri, dengki, sombong dan lain-lain
kubersihkan semua itu dengan
laa yamuutu walaa yahya
membuatmu bahagia dalam
kesedihan dan membuatmu sumringah
dalam kesengsaraan, atau begini
membuat kekasihmu klepek-klepek
dalam sekali pandang
ihir…demi seisi sorga
kualirkan di bawahmu sungai susu dan
kebun anggur beribu
di mana kau juga dapat request lagu miapah (apa saja);
melayu, keroncong, jazz, rock, barat atau apapun
tentu sudah kucampur merah marjan dan putih kejuku
kami segera menghentakmu
mengabulkan janjiku
yang kau cita-citakan bersama raja-rajamu dulu
yang tak becus itu
cius (serius), berbahagialah
hanya di sorgaku kau dapat bergoyang
yang dijaga oleh enam dayang
dari enam lubang paling dalam
yang mengalun sumringah dengan jari-jari hangat perawan
seraya dibantu beribu malaikat pembawa gemilang
dengan sayap-sayap terkembang bingit (banget)
juga dibimbing dabril dan jabril
ke taman-taman aselole yang sorgawi
maka masuklah,
adakah yang belum kau bahagiakan di sorga ini?
Ebi Langkung, lahir dan tinggal di Pasongsongan, Sumenep. Buku puisinya bertajuk Siul Sapi Betina. Saat ini terlibat di Komunitas Lubuk Laut.