Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Presiden Akui Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, PGI: Langkah Maju dan Lompatan Besar
Foto: Doc. PGI

Presiden Akui Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, PGI: Langkah Maju dan Lompatan Besar



Berita Baru, Jakarta – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menghargai dan mengapresiasi pengakuan serta penyesalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu.

“Menyikapi Pertanyaan Pers Presiden tersebut, PGI, atas nama gereja-gereja di Indonesia, sangat menghargai dan mengapresiasi,” kata Pdt. Gomar Gultom, selaku Ketua Umum PGI, dalam keterangan persnya yang diterima Beritabaru.co, Rabu (11/1).

PGI menilai langkah Presiden Jokowi ini merupakan sebuah langkah maju, bahkan lompatan besar dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia. Karena selama puluhan tahun beberapa hal terkait pelanggaran HAM masa lalu cenderung ditutupi bahkan disangkal keberadaannya.

“Saya menghargai setulusnya pengakuan dan penyesalan Presiden. Meski tidak disertai permohonan maaf, hal ini sudah sangat maju,” ujar Pdt. Gomar Gultom.

PGI juga mengapresiasi penegasan Presiden bahwa penyelesaian non yudisial ini tidak menegasikan penyelesaian secara hukum. PGI, kata Pdt. Gomar Gultom, melihat bahwa pengakuan Presiden ini bisa menjadi pintu masuk untuk proses hukum selanjutnya.

PGI juga menyampaikan penghargaan kepada Tim PPHAM bentukan Presiden yang bekerja cepat dalam perumusan masalah yang cukup pelik ini, sehingga Presiden bisa menyampaikan pengakuan dan penyesalan tersebut pada hari ini.

“Kini menjadi tugas seluruh elemen bangsa yang berkehendak baik untuk mengawal proses ini dengan lebih sungguh-sungguh ke depan,” ujar Pdt. Gomar Gultom.

Sebagai tindak lanjut pernyataan Presiden tersebut, lanjutnya, PGI mengusulkan dua hal. Pertama perlunya penghapusan segera berbagai bentuk memorial maupun materi sejarah yang ada selama ini, yang bisa dinilai sebagai pembelokan sejarah dan pengaburan fakta pelanggaran HAM yang terjadi. 

“Kedua, perlunya memorialisasi atas pelanggaran HAM berat tersebut dalam bentuk statuta sebagai peringatan kepada generasi berikut agar kasus pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi,” pungkas Pdt. Gomar Gultom.