Politik Gentong Babi Jokowi dalam Pilpres 2024
Berita Baru, Jakarta – Isu bantuan sosial atau bansos kembali menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir, terutama terkait dugaan penggunaannya sebagai alat politik dalam Pemilihan Umum 2024. Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti memberikan pemaparan dalam film dokumenter “Dirty Vote” yang dirilis hari ini, Minggu, 11 Februari 2024.
Dalam film tersebut, Bivitri Susanti menjelaskan fenomena politik gentong babi atau pork barrel politics yang terkait dengan pemanfaatan Bansos dalam konteks politik.
“Mengapa Bansos dijadikan alat berpolitik? Ada satu konsep dalam ilmu politik yang namanya politik gentong babi atau pork barrel politics,” ujar Bivitri.
Menurut Bivitri, politik gentong babi merujuk pada praktik politik yang menggunakan uang negara untuk kepentingan politik, khususnya dalam mempengaruhi hasil pemilihan.
“Dalam konteks politik saat ini, politik gentong babi adalah cara berpolitik yang menggunakan uang negara,” tambahnya.
Dalam film tersebut, Bivitri juga menyoroti penyaluran anggaran Bansos yang dianggap berlebihan menjelang Pemilu 2024. “Di sini kita bisa melihat bagaimana kemudian Bansos digunakan berlebihan dan melebihi apa yang dilakukan saat pandem Covid-19,” ucapnya.
Selain itu, Bivitri juga mengkritisi penyaluran Bansos yang dianggap tidak sesuai dengan struktur kenegaraan yang seharusnya. “Siapa yang berhak atau berwenang? Kementerian Sosial jawabannya,” tegasnya.
Film “Dirty Vote” juga menjadi sorotan terkait kontroversi seputar pendaftaran calon wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Ketua MK, Anwar Usman, melakukan pelanggaran etik berat terkait pembatalan syarat usia calon wakil presiden 40 tahun. Meskipun demikian, pendaftaran Gibran tetap berlanjut.
Di sisi lain, Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman, menyoroti film “Dirty Vote” dan menudingnya sebagai fitnah. “Sebagian besar yang disampaikan dalam film adalah sesuatu bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan tidak ilmiah,” ujarnya dalam konferensi pers.