Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peneliti Sebut Sains, Teknologi, dan Inovasi tidak Mengatasi Masalah Paling Mendesak Masyarakat Global

Peneliti Sebut Sains, Teknologi, dan Inovasi tidak Mengatasi Masalah Paling Mendesak Masyarakat Global



Berita Baru, Inovasi – Studi Internasional mutakhir yang terbit baru-baru ini menyebut bahwa penelitian sains global melayani kebutuhan Dunia Utara dan didorong oleh nilai-nilai dan kepentingan sejumlah kecil perusahaan, pemerintah, dan badan-badan pendanaan belaka.

Jika benar demikian, benarkah penelitian sains, teknologi, dan inovasi tidak berfokus pada masalah paling mendesak di dunia? Misalnya, mengambil tindakan terkait perubahan iklim, mengatasi masalah sosial mendasar yang kompleks, kelaparan, serta mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan.

Hal ini merujuk pada laporan besar baru yang terbit pada Kamis 20 Oktober 2022 oleh kolaborasi internasional yang dipimpin University of Sussex, bersama dengan Program Pembangunan PBB; University College London (UCL) Departemen Sains, Teknologi, Teknik dan Kebijakan Publik (STEaPP); Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa; Dewan Riset Ilmiah dan Teknis Nasional, Argentina; Pusat Penelitian Inovasi dan Kebijakan Sains, India; Universitas Leiden, Belanda; Sekolah Pascasarjana Manajemen Teknologi, Afrika Selatan; dan Nesta, Inggris.

Disebutkan bahwa penelitian dan inovasi di seluruh dunia tidak terfokus pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, yang merupakan kerangka kerja yang dibentuk untuk menangani dan mendorong perubahan di semua bidang keadilan sosial dan isu yang berkaitan dengan lingkungan.

Secara kritis, laporan menemukan penelitian di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah berkontribusi secara tidak proporsional terhadap pemutusan SDGs. Sebagian besar penelitian yang dipublikasikan (60%-80%) dan aktivitas inovasi (95%-98%) tidak terkait dengan SDGs.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa 80 persen dari penemuan terkait SDG di negara-negara berpenghasilan tinggi terkonsentrasi hanya di enam dari 73 negara – dengan Amerika Serikat saja yang mengembangkan 47 persen dari penemuan tersebut. Di mana hal ini tidak menggambarkan keseimbangan.

Penelitian pun menunjukkan sebagian besar negara berpenghasilan tinggi tidak memprioritaskan penelitian tentang tantangan lingkungan utama yang terkait dengan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan.

Tidak hanya itu, ditumukan pula bahwa, meskipun mayoritas pemangku kepentingan menganggap inovasi sosial, kebijakan, dan akar rumput penting untuk mengatasi SDG, dukungan untuk jenis dan bentuk inovasi ini, dan penelitian terkait tentang masalah sosial yang mendasari perampasan, ketidaksetaraan, dan konflik yang kompleks, masih tertinggal jauh di belakang.

Peneliti senior di Pusat Sains dan Teknologi Universitas Leiden, Ismael Rafols menilai, penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa sains dunia tidak berorientasi dengan baik untuk menjawab tantangan global.

“Kami menunjukkan fakta yang terkenal bahwa sains dunia tidak merata, terutama mempelajari masalah populasi kaya. Tapi mungkin kontribusi kunci dari proyek ini adalah untuk menunjukkan dengan kuat, melalui berbagai lensa metodologis, bahwa penelitian masih terlalu terpusat dalam memberikan solusi teknologi “peluru perak”, daripada mengambil lebih banyak pendekatan interdisipliner yang mencakup perspektif sosial dan lingkungan,” jelas Ismail seperti dilansir India Education Diary.

Oleh karena itu, para penulis proyek Steering Research and Innovation for Global Goals (STRINGS) mendesak ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi dibuat lebih demokratis, dan lebih diarahkan untuk mencapai keberlanjutan.

“Ini termasuk peningkatan bukti dan alat, seperti yang disediakan dalam laporan STRINGS baru, untuk memungkinkan debat dan eksplorasi yang lebih aktif tentang sains, teknologi, dan strategi inovasi alternatif dan inklusif,” seru mereka.