Pemerintah Sebut Rehabilitasi Mangrove untuk Atasi Perubahan Iklim & Pulihkan Ekonomi
Berita Baru, Jakarta – Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menegaskan bahwa pelaksanaan rehabilitasi mangrove di beberapa wilayah sekaligus bisa meningkatkan dan memulihkan ekonomi masyarakat akibat pandemi COVID-19.
BRGM menyebut, sampai Ssaat ini sudah ada sembilan provinsi yang menjadi prioritas rehabilitasi mangrove. Diantaranya, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
“Dalam merehabilitasi mangrove, kami melakukan pendekatan strategis secara komprehensif dan memperkenalkan 3M, yaitu memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan,” kata Sekretaris BRGM, Ayu Dewi Utari dalam keterangannya, dikutip dari Kumparan, Selasa (9/11).
Menurutnya, rehabilitasi yang dilakukan melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), juga dinilai efektif dalam meningkatkan ekonomi masyarakat di masa pandemi.
Ayu, sapaan akrabnya, menyebut bahwa rata-rata pendapatan nelayan, petani, hingga buruh yang melakukan rehabilitasi mangrove naik hingga 70 persen.
“Pendapatan mereka sebelum COVID sekitar Rp 2-4 juta, kemudian COVID banyak penutupan pasar, pendapatan mereka pun turun drastis hampir 50 persen,” terangnya.
“Nah, PEN mangrove ini kan polanya swakelola, upah yang langsung masuk ke rekening masyarakat, catatan kami itu penghasilan mereka meningkat 70 persen, ada peningkatan sebesar 20 persen,” imbuh Ayu.
Sementara Direktur Konservasi Tanah dan Air, Muhammad Zainal Arifin, menegaskan bahwa pendekatan stimulus ekonomi diperlukan untuk mendorong penanaman mangrove secara intensif.
“Kita betul-betul memperkenalkan program swakelola rehabilitasi mangrove dengan aktivitas baru. kita lakukan terobosan ‘account to account’ ke rekening petani, itu sebuah pergerakan yang bisa dilihat dari stimulus ekonomi ke masyarakat nyata,” jelasnya..
Namun demikian, Ketua Kelompok Kerja Rehabilitasi Mangrove Wilayah Sumatera BRGM mengungkap, merehabilitasi mangrove bukanlah hal mudah.
Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, lanjutnya, seperti pertambangan timah dan pertambakan udang yang bisa merusak ekosistem mangrove itu sendiri.
“Ini yang harus dilakukan pendekatan ke masyarakat bagaimana mengelola mangrove dengan baik. Meskipun mungkin timah penghasilannya lebih tinggi, tapi dengan pendekatan dan edukasi ke masyarakat, mereka sudah mulai tertarik terlibat dalam rehabilitasi mangrove, mulai dari menyediakan bibit hingga bahan lain yang diperlukan,” ujar Onseimus Patiung.
Sebelumnya, dalam KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim Presiden Jokowi menjelaskan bahwa dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim.
“Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 82 persen pada 2020,” ujar Presiden Jokowi di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11).
Tak hanya itu, Indonesia juga menargetkan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar sampai 2024, terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara 2010-2019.
“Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia, akan mencapai carbon net sink selambatnya tahun 2030,” imbuhnya dalam COP26.