Komnas Perempuan Dorong Garut Tingkatkan Layanan Inklusif bagi Korban Kekerasan
Berita Baru, Garut – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong Pemerintah Kabupaten Garut untuk meningkatkan komitmen dalam menyediakan akses layanan yang inklusif bagi perempuan korban kekerasan, terutama mengingat tingginya angka kasus kekerasan di Jawa Barat. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, Jawa Barat menempati posisi tertinggi dengan 51.866 kasus kekerasan terhadap perempuan, sementara Kabupaten Garut mencatat peningkatan kasus kekerasan seksual sebesar 200% pada 2023, mencapai 130 kasus.
“Jumlah kasus yang tinggi ini mungkin disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar serta adanya perlindungan hukum bagi korban seperti UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Hal ini juga menunjukkan bahwa korban kini lebih berani melapor berkat peningkatan akses layanan perlindungan,” ujar Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan, dalam pertemuan dengan Penjabat (PJ) Bupati Garut Barnas Adjidin, Rabu (30/10/2024) dikutip dari laman Kabar Perempuan milik Komnas Perempuan pada Kamis (31/10/2024). Veryanto juga menekankan pentingnya keseriusan pemerintah untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Kabupaten Garut telah meluncurkan program STOP KABUR (Strategi Terpadu Optimalisasi Pencegahan Kawin Bawah Umur) serta aktif mengkampanyekan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi generasi muda, bahkan memasukkan materi tersebut ke dalam kurikulum SMP dan SMA. Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar edukasi kesehatan reproduksi diperluas ke sekolah-sekolah berbasis keagamaan.
“Kami merekomendasikan agar edukasi ini juga masuk ke sekolah-sekolah berasrama berbasis keagamaan, sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama,” tambah Veryanto.
Komnas Perempuan mengapresiasi praktik baik lainnya seperti program GESIT TANGKAP (Gerakan Sinergi Terpadu Tangani Kasus Perempuan) yang telah diterapkan, termasuk pengadaan hotline pengaduan yang memungkinkan akses lebih cepat bagi korban. Mereka berharap Pemerintah Daerah Garut dapat terus memperkuat anggaran untuk upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Veryanto menyoroti pentingnya peran Kepolisian Resor Garut dalam menegakkan UU TPKS, terutama dalam penanganan kasus tanpa menggunakan pendekatan “restorative justice” yang bisa merugikan korban.
“Untuk kasus anak, baik juga jika menggunakan UU Perlindungan Anak yang dikuatkan dengan UU TPKS agar korban mendapatkan perlindungan yang lebih komprehensif,” tegas Veryanto.
Kasat Reksrim Polres Garut, AKP Ari Rinaldo, turut menyoroti tantangan minimnya jumlah polisi wanita (polwan) di Kabupaten Garut, yang menurutnya sangat diperlukan dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari total 50 kasus kekerasan di Garut, 30 di antaranya melibatkan perempuan, sementara jumlah polwan di kabupaten ini kurang dari 1% dari total personil.
“Kita sudah punya Direktorat Tindak Pidana Pelayanan Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO), sehingga penting untuk merekrut lebih banyak polwan dan menempatkannya di posisi-posisi strategis,” jelas Ari.
Kunjungan Komnas Perempuan di Garut juga mencakup diskusi publik di Institut Pendidikan Indonesia (IPI) Garut dan talkshow di Reks FM Radio, sebagai bagian dari persiapan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang akan dimulai pada 25 November hingga 10 Desember 2024. Kampanye ini, yang mengangkat tema “Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan,” bertujuan untuk meningkatkan komitmen dan partisipasi semua pihak dalam melindungi hak korban dan mencegah kekerasan terhadap perempuan.
“Kami mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga organisasi masyarakat sipil untuk #GerakBersama dalam menyuarakan kampanye ini,” ungkap Veryanto, menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang perlu mendapat perhatian serius.