Peluang Tiongkok untuk Jalur Pembangunan Global yang “Inklusif, Bermanfaat, dan Tangguh”
Reporter CGTN
Beritabaru.co, Analisa – Dengan hiasan garis berwarna merah, kereta berkecepatan tinggi yang super ramping dan bertubuh perak perlahan-lahan keluar dari Stasiun Tegalluar Bandung pada hari Rabu kemarin. Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Indonesia Joko Widodo secara virtual memantau uji coba operasional kereta cepat pertama di Asia Tenggara di Bali, di mana Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20.
Kedua belah pihak sepakat untuk membangun dan mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada tahun 2015, dan pembangunannya telah berjalan lancar sejak tahun 2018. Terlepas dari berbagai masalah yang kompleks, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pihak-pihak yang berpartisipasi telah melakukan upaya yang sungguh-sungguh tanpa mengorbankan standar dan kualitas yang tinggi.
Proyek tengara ini adalah proyek konstruksi luar negeri pertama yang sepenuhnya menggunakan sistem kereta api, teknologi, dan komponen industri Tiongkok, yang sedang dipamerkan di KTT G20 sebagai bagian dari upaya Tiongkok untuk menyelesaikan proyek-proyek dalam inisiatif Sabuk dan Jalan. Pada sesi pertama konferensi, Xi mengatakan bahwa dunia sedang menghadapi perubahan penting yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam satu abad, dan menyebut bahwa COVID-19, ekonomi yang rapuh, geopolitik yang tegang, tata kelola global yang tidak memadai, dan krisis pangan dan energi, adalah ‘tantangan berat’ bagi pembangunan bersama.
“Sangat penting bahwa semua negara merangkul visi komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia, mengadvokasi perdamaian, pembangunan, dan kerja sama yang saling menguntungkan,” kata pemimpin Tiongkok itu. “Semua negara harus menggantikan perpecahan dengan persatuan, konfrontasi dengan kerja sama, dan eksklusivitas dengan inklusivitas.”
Pertumbuhan Inklusif
“Mentalitas Perang Dingin telah lama ketinggalan zaman,” tekan Xi, ia mengatakan tidak ada yang boleh mencari keuntungan sendiri dengan menyulitkan orang lain, membangun “halaman kecilnya sendiri dengan pagar tinggi”, atau membuat kelompoknya sendiri yang tertutup dan eksklusif. Beijing telah melihat garis ideologis dan politik kelompok Washington sebagai ancaman terhadap kedaulatan, keamanan, dan hak pembangunannya di dunia yang multi-polar.
Pada hari Senin lalu, dalam pertemuan yang sangat dinanti-nantikan oleh Xi dan mitranya dari AS Joe Biden, kedua pemimpin mengadakan pertukaran yang jujur dan mendalam, yang berlangsung selama lebih dari tiga jam di sela-sela KTT G20. Tiongkok mendesak agar hubungan kedua negara dapat kembali ke jalur yang stabil. Pertemuan itu terjadi beberapa bulan setelah Beijing memutuskan sejumlah kontak rutin dengan Washington karena kunjungan Ketua DPR Nancy Pelosi ke Taiwan.
Beijing mengatakan bahwa kedua belah pihak harus mengelola perbedaan, sementara pihak AS menekankan bahwa persaingan harus dicegah agar tidak menjadi konflik.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sekarang berencana untuk mengunjungi Tiongkok di sela-sela serangkaian dialog yang dilanjutkan.
“Perpecahan dan konfrontasi tidak akan memberikan keuntungan dan manfaat bagi siapa pun,” kata Xi pada sesi tersebut. Pada KTT tersebut, Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, memperingatkan para pemimpin G20 untuk tidak membiarkan proteksionisme perdagangan “berakar” dan mengatakan bahwa fragmentasi ekonomi dunia ke dalam blok-blok geopolitik akan secara signifikan merusak pertumbuhan. “Yang perlu kita lakukan adalah bergandengan tangan dan meningkatkan kerja sama win-win kita ke tingkat yang lebih tinggi,” kata Presiden Tiongkok Xi Jinping, ia mengutip pepatah Indonesia yang mengatakan “serumpun serai, selubang seliang bagai tebu” yang berarti bersolidaritas.
Bermanfaat bagi Semua
Sebagai negara berkembang terbesar di dunia, Tiongkok telah memainkan peran utama dalam memulai program keamanan dan pembangunan secara global, terutama di antara negara-negara berkembang lainnya. Inisiatif Pembangunan Global (GDI) yang diusulkan oleh Xi, ditujukan untuk mendorong konsensus internasional dalam mendorong pembangunan, menumbuhkan pendorong baru untuk pembangunan global, serta memfasilitasi pembangunan bersama dan kemajuan semua negara.
Tiongkok juga telah membentuk Global Development and South-South Cooperation Fund, dan akan meningkatkan pendanaannya untuk Dana Perdamaian dan Pembangunan Tiongkok-PBB. Xi mengatakan Tiongkok telah bekerja sama dengan lebih dari 100 negara dan organisasi internasional di GDI, sehingga telah memberikan dorongan baru bagi implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam “Aksi G20 untuk Pemulihan yang Kuat dan Inklusif”, Tiongkok telah mengajukan 15 proyek dan berpartisipasi dalam lima proyek lainnya dalam kerangka kerja ini. Tiongkok berikrar untuk bekerja sama dengan anggota G20 dalam proyek-proyek tersebut. Para ahli mengatakan, Tiongkok sedang mencoba mengubah fokus tren global ke jalan pembangunan yang lebih damai dan cepat, meskipun beberapa negara termasuk pihak konservatif AS berpikir sebaliknya.
Pelepasan keterkaitan antara AS dengan Tiongkok telah memberikan tekanan yang lebih luas pada negara lain. Direktur Studi Politik Internasional di National Institute for Global Strategy, Zhao Hai mengatakan, “Dalam banyak kasus, negara-negara itu harus memihak, misalnya memisahkan diri dari rantai pasokan Tiongkok, menangguhkan produk teknologi dan ekspor peralatan ke Tiongkok, atau bekerja sama dengan militer AS.”
Lebih Tangguh
“Sanksi sepihak harus dihapus, dan pembatasan kerja sama ilmiah dan teknologi terkait juga harus dicabut,” kata Xi. Satu bulan lalu, pemerintahan Biden mulai memotong pasokan microchip Beijing, mengeluarkan dua aturan baru yang membatasi perusahaan pengekspor chip dan peralatan pembuat chip ke Tiongkok sambil mendorong sekutunya melakukan hal yang sama. Banyak yang melihatnya lebih dari sekadar kebuntuan perdagangan dan kenyataan yang berkembang menjadi gempa geopolitik yang mengkhawatirkan pemain lain dan sistem tata kelola global.
‘Persaingan’ yang dipolitisasi antara dua ekonomi terbesar datang ketika globalisasi ekonomi ditempa angin kencang, dan ekonomi dunia berisiko mengalami resesi. Dalam G20, pemimpin Tiongkok menyoroti masalah kerawanan pangan dan energi, dengan mengatakan bahwa krisis itu adalah “tantangan paling mendesak dalam pembangunan global,” menyebut bahwa rantai pasokan yang terputus dan kerja sama internasional sebagai “akar penyebab krisis yang sedang berlangsung.”
“Kita harus dengan tegas menentang upaya politisasi, instrumentalisasi, dan persenjataan masalah pangan dan energi,” kata Xi. Tahun ini, Tiongkok telah mengusulkan, Inisiatif Kerja Sama Internasional tentang Industri dan Rantai Pasokan yang Tangguh dan Stabil bersama dengan enam mitra termasuk Indonesia dan Serbia. Tiongkok juga bergabung dengan negara-negara lain mengimbau pembentukan Kemitraan Kerja Sama Energi Bersih Global, dan mengedepankan Inisiatif Kerja Sama Internasional tentang Ketahanan Pangan Global di G20.
“Kita perlu membangun kemitraan global untuk pemulihan ekonomi, selalu mengingat kesulitan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, dan mengakomodasi kekhawatiran mereka,” kata Xi kepada para pemimpin dunia di KTT itu. “Semua orang mengalami kesulitan, tetapi negara-negara berkembang yang menanggung bebannya.”
Xi mengatakan, lembaga keuangan internasional dan kreditor komersial, yang menjadi kreditor utama negara-negara berkembang harus ambil bagian dalam pengurangan dan penangguhan utang untuk negara-negara berkembang, serta menyatakan dukungan mereka terhadap niat Uni Afrika untuk bergabung dalam G20.
Tiongkok sekarang menerapkan Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (G20 Debt Service Suspension Initiative/ DSSI) G20, dan telah menangguhkan jumlah pembayaran layanan utang terbesar di antara semua anggota G20.
Sementara itu, Tiongkok bekerja sama dengan beberapa anggota G20 dalam penanganan utang di bawah Common Framework for Debt Treatment di luar program DSSI, untuk membantu negara-negara berkembang terkait melalui masa-masa sulit mereka.
Peluang Tiongkok
Presiden Tiongkok juga merujuk pada Kongres Nasional yang baru-baru ini diselenggarakan oleh Partai Komunis Tiongkok. Presiden Xi, sekaligus Sekretaris Jenderal Komite Sentral PKT mengatakan bahwa pertemuan ini menegaskan kembali bahwa Tiongkok akan tetap berkomitmen pada pembangunan damai, keterbukaan, dan mendorong peremajaan kembali bangsa Tionghoa melalui modernisasi.
“Tiongkok yang bergerak menuju modernisasi akan membawa lebih banyak peluang kepada dunia, memberikan momentum yang lebih kuat bagi kerja sama internasional, dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kemajuan manusia,” kata Xi.
Kerja sama KCJB sudah jelas merupakan sebuah perwujudan. Selama pertemuannya dengan Presiden Afrika Selatan Ramaphosa dan Presiden Argentina Fernandez, Xi juga menekankan pendalaman kerja sama dalam mekanisme multilateral seperti BRICS, serta memajukan inisiatif Sabuk dan Jalan dengan memperluas kerja sama di sektor-sektor pertanian, energi dan infrastruktur, serta tentang perubahan iklim.
Referensi: