Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PBNU Akan Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK

PBNU Akan Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK



Berita Baru, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan mengajukan uji materi atau judicial review Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis yang diterima Beritabaru.co, Jumat (9/10).

Kiai Said mengimbau masyarakat menahan hasrat turun ke jalan mengingat pandemi virus corona (Covid-19) belum selesai. Menurutnya, upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan.

“Upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa,” terangnya.

Kiai Said menegaskan bahwa NU menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan karena UU tersebut menurutnya jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.

Selain itu, ia juga menyoroti keberadaan pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.

Kemudian Pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.

Menurutnya, lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Ia menilai pasal tersebut dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.

“Sektor pendidikan termasuk bidang yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni,” tegasnya..

Kiai Said juga menyinggung soal sertifikasi halal. Menurutnya, dalam Pasal 48 UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal tersebut dinilai mengokohkan pemusatan dan monopoli fakta kepada satu lembaga saja.

“Semangat UU Ciptaker adalah sentralisasi, termasuk dalam sertifikat halal,” kata dia.

Sentralisasi dan monopoli fatwa di tengah antusiasme syariah yang tumbuh, menurutnya dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.

Selain itu, UU Cipta Kerja dinilai hanya mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal, karena kualifikasi auditor sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga atau pertanian,

“Pengabaian sarjana syariah sebagai auditor halal menunjukkan sertifikasi halal bias industri,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Said meminta warga NU harus memiliki sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Ia menegaskan kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.