PBHI Tolak Pencalonan Tunggal dan Pencurian Data Pribadi di Pilkada DKI Jakarta
Berita Baru, Jakarta – Perbincangan mengenai pencalonan tunggal dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta belakangan ini telah menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat. Menurut Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), pencalonan tunggal merupakan ancaman serius terhadap prinsip dasar demokrasi, yakni kontestasi yang sehat dan kompetitif. “Pencalonan tunggal ini mereduksi esensi demokrasi dan mengindikasikan adanya praktik-praktik tidak sehat dalam proses pemilihan,” ujar PBHI dalam siaran persnya yang terbit pada Sabtu (17/8/2024).
Selain masalah pencalonan tunggal, PBHI juga menerima sejumlah pengaduan terkait dugaan pencurian data pribadi warga. Data KTP warga diduga digunakan secara ilegal untuk mendukung pencalonan gubernur independen Dharma Pongrekun-Kun, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) periode 2019-2021. Penggunaan data ini ditemukan setelah dilakukan pengecekan melalui portal resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). “Dugaan pencurian data ini sangat serius dan mencederai hak-hak pribadi warga, serta menunjukkan adanya kelalaian atau bahkan kesengajaan dalam proses administrasi pemilu,” tegas PBHI
Pencurian data pribadi ini melanggar ketentuan prosedural pemilu yang diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang mewajibkan calon perseorangan untuk mengumpulkan dukungan minimal sebesar 6,5% sampai 10% dari jumlah penduduk yang dibuktikan dengan KTP pendukung. “KPUD harus segera membatalkan pencalonan Dharma Pongrekun-Kun jika terbukti ada penyalahgunaan data. Bawaslu juga harus segera bertindak tegas terhadap kasus ini,” lanjutnya.
Lebih jauh, PBHI menekankan bahwa tindakan pencurian data pribadi ini juga merupakan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Pasal 65 UU PDP melarang pengumpulan data pribadi secara melawan hukum untuk keuntungan pribadi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU PDP. “Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi juga tindak pidana yang harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum,” ujar PBHI
Dalam pernyataan sikapnya, PBHI mendesak agar KPU dan KPUD DKI Jakarta segera memeriksa ulang data KTP yang digunakan dalam pencalonan independen Dharma Pongrekun-Kun. Jika terbukti ada penyalahgunaan data, pencalonan tersebut harus segera dicabut. PBHI juga meminta Bawaslu untuk melakukan investigasi mendalam terkait pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh KPU dalam meresmikan pencalonan ini.
“PBHI akan melaporkan dugaan tindak pidana pencurian data pribadi ini ke Bareskrim Mabes Polri untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Tindakan hukum yang tegas perlu diambil untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas proses pemilu,” pungkas PBHI
PBHI menegaskan bahwa pencalonan tunggal dan kecurangan melalui pencurian data pribadi tidak hanya merusak proses demokrasi, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum yang serius. Demokrasi yang sehat membutuhkan kontestasi yang adil dan transparan. PBHI berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini demi menjaga hak-hak warga dan menegakkan keadilan di tengah proses demokrasi yang semakin terancam.