PB PMII: KPU Tak Bisa Bikin Aturan Sendiri
Berita Baru, Jakarta – Hajatan pemilu 2024 semakin dekat. Namun sampai saat ini, perdebatan tentang jadwal pemilu belum juga selesai. Di sisi penyelenggara, KPU kukuh untuk mengusulkan pemilu dilaksanakan tanggal 21 Februari 2024. KPU mempertimbangkan aspek persiapan penyelenggara, yang juga dihadapkan pada pilkada serentak di tahun yang sama.
Sementara Pemerintah yang diwakili oleh menteri dalam negeri mengusulkan pemilu digelar 15 Mei 2024 dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya, pemerintah tidak ingin ada jeda yang terlalu lama antara pengumuman pemilu dan pelantikan presiden terpilih. Jeda waktu yang lebar dikhawatirkan akan mengakibatkan gejolak politik.
Menurut Direktur Lembaga Kepemiluan dan Demokrasi PB PMII, Yayan Hidayat, dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, KPU merupakan auxiliary state institution atau lembaga yang mempunyai fungsi pembantu, sehingga KPU tidak boleh berposisi sebagai lembaga politik. Apalagi sampai bersikeras dalam penentuan jadwal pemilu yang mana itu merupakan ranah pemerintah dan DPR.
“Seringkali KPU menerobos apa yang bukan kewenangannya. Padahal, KPU itu kan auxiliary state institution dalam ketatanegaraan di Indonesia. Ia adalah lembaga pembantu, bukan lembaga utama. Jadi menurut saya KPU keliru jika kukuh dengan usulan jadwal pemilu” ungkap Yayan.
Lanjut Yayan, KPU juga seringkali terjebak pada ranah yang bersifat politis. Hal itu kemudian kerap mengundang kontroversi publik. Padahal seharusnya KPU tunduk pada aturan perundang-undangan yang termaktub dalam UU Pemilu.
“Kita bisa lihat, baru-baru ini KPU bikin webinar membahas satu data pemilu di Indonesia. Kemudian mengundang KSP Moeldoko. Kita semua tau bahwa KSP Moeldoko kan punya konflik dengan salah satu Parpol. Dalam webinar tersebut ada Ketua Tim Seleksi. Ini kan sangat tidak etis sebagai lembaga Pemilu. KPU kok malah bargain” tutup Yayan.