Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

pandemi dan kemiskinan ekstrem
sumber: ie edu

Pandemi dan Kemiskinan Ekstrem



Amartya Iqra Akhlaqi


Kemiskinan adalah fenomena keseharian suatu negara, termasuk Indonesia. Meskipun pemerintah telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dalam 5 tahun terakhir (sampai 2019), namun penanganan kemiskinan secara umum dirasa masih berat.

Berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2019 tingkat kemiskinan berada di angka 9,22%, setelah sebelumnya mencapai 11,22% pada Maret 2015. Hal ini diproyeksikan akan terus membaik seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mendatangkan kabar baik. Namun, proyeksi tersebut hanya tinggal harapan. Pandemi COVID-19 menimbulkan persoalan yang jauh lebih pelik ketimbang masalah kesehatan semata.

Terbukti ketika baru saja dihantam pandemi, tingkat kemiskinan langsung naik secara signifikan hingga ke angka 9,78% pada Maret 2020. Pemerintah berjuang keras mengatasi persoalan ini dengan aneka program, salah satunya bantuan sosial. Namun, hingga Maret 2021 angka kemiskinan justru kembali meningkat menjadi 10,14%.

Tiga Pendekatan

Pemerintah mengerjakan program pengurangan kemiskinanan dengan tiga pendekatan: membantu mengurangi beban atas pengeluaran rumah tangga, meningkatkan pendapatan, dan menginisiasi bantuan sosial. Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp744 triliun pada 2021 (melanjutkan program 2020), di mana bantuan disebar melalui beragam bentuk, mulai dari subsidi hingga bantuan langsung: seperti stimulus diskon tarif listrik diberikan kepada pelanggan rumah tangga maupun industri; kuota bantuan internet yang diterima oleh setidaknya 26,84 juta siswa dan tenaga pengajar; anggaran senilai Rp745 miliar disiapkan pemerintah dalam bentuk bantuan UKT kepada 310.058 mahasiswa aktif (selain penerima KIP dan peserta bidik misi); penyaluran bantuan kepada 8,7 juta pekerja yang memiliki gaji di bawah Rp3,5 juta agar mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi gaji senilai Rp 1 juta, dan program subsidi Rastra bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) [Kontan, 4/9/2021]. 

Di luar itu, pemerintah juga menambah penguatan aset dan akses, misalnya Program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Meekar), dan lainnya. Program Meekar merupakan layanan pemberi pinjaman peer-to-peer melalui platform online yang digalakkan demi membangkitkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) di tengah keterpurukan ekonomi. Pemerintah melanjutkan program subsidi bunga KUR hingga akhir 2021 sebesar 3% (Kompas, 23/6/2021).

Program RAPS juga dilakukan sebagai upaya penanganan sulitnya akses lahan pertanian yang menjadi salah satu sebab kemiskinan pada masyarakat perdesaan. Desa-desa turut dilibatkan mengingat sumber daya pendanaan yang dimiliki (Dana Desa) untuk mendukung pengimplementasian program, sekaligus bagian dari pelayanan masyarakat. Intinya, tiga pendekatan tersebut telah dilakukan secara eksesif oleh pemerintah. Data menunjukkan perkembangan yang baik, yaitu adanya penurunan tingkat kemiskinan, meskipun belum maksimal.

Pemerintah saat ini memiliki target ambisius: kemiskinan ekstrem harus hilang pada 2024 (sebelumnya ditargetkan 2030). Terkini, menurut data BPS (2021), tingkat kemiskinan ekstrem (pendapatan di bawah USD1,9 per hari) Indonesia berada pada level 4 persen atau setara 10,86 juta jiwa. Dua program dijalankan berbarengan demi mencapai target itu, yaitu menurunkan beban pengeluaran rumah tangga miskin dan meningkatkan produktivitas masyarakat miskin. Anggaran senilai Rp440,69 triliun secara keseluruhan dikucurkan oleh pemerintah, yang terbagi atas bantuan sosial dan subsidi senilai Rp272,12 triliun serta dana program pemberdayaan masyarakat miskin senilai Rp168,57 triliun. Kantong kemiskinan ekstrem Indonesia ditangani terlebih dahulu pada 2021 ini, yang meliputi 7 provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Maluku, Papua Barat dan Papua (masing-masing 5 kabupaten). Pekerjaan rumahnya ialah pendataan secara detail dan perbaikan penargetan harus disegerakan demi mempercepat penyaluran bantuan serta penetapan sasaran kegiatan (TNP2K, 2021).

Agenda Pencapaian

Hasrat pemerintah ini tentu saja bagus, namun pencapaiannya sungguh tidak gampang karena (salah satunya) pandemi. Beberapa hal mesti dilakukan agar target ini masuk akal. Pertama, penghapusan kemiskinan ekstrem bukan semata tanggung jawab pemerintah pusat, namun agenda kerja bersama. Pemerintah Daerah bagian penting dari gerakan ini. Tantangan yang muncul ialah sebagian anggaran daerah juga telah tersedot untuk urusan penanganan pandemi: seperti belanja pendukung vaksinasi, belanja alat kesehatan, insentif tenaga kesehatan, dan lainnya. Belum lagi, pada 2022 persiapan politik akan segera dimulai. Fokus yang sebelumnya mengarah kepada urusan pandemi dan kemasyarakatan akan terbagi lagi ke isu politik. Pada 2023 proses politik akan menggelinding, termasuk pencadangan alokasi anggaran untuk ongkos politik. Anggaran keperluan politik ini pasti menguras biaya yang tinggi, sehingga menekan anggaran pemberantasan kemiskinan (ekstrem).

Kedua, konsolidasi kebijakan serta anggaran menjadi kebutuhan. Sampai kini berbagai institusi (Kementerian/Lembaga Negara dan Pemda) berlomba membuat program dan menggelontorkan dana miliaran hingga triliunan rupiah untuk bantuan masyarakat miskin. Mestinya, program bantuan itu bisa disederhanakan dan dikerjakan oleh lebih sedikit institusi agar tidak terjadi tumpang tindih. Jika banyak pemangku kepentingan dilibatkan mungkin ada sisi baiknya, tetapi beberapa kelompok bantuan bisa digabungkan dan diberikan otoritas spesifik agar lebih terkoordinasi dan efisien. Pemotongan rantai birokrasi perlu dilakukan secara serius. Semakin pendek lini birokrasi, terjadinya keterlambatan maupun penyimpangan bisa diminimalisir. Demi mencapai target, pemerintah perlu pula memegang peta masyarakat miskin secara lengkap. Tanpa adanya pemetaan yang jelas, sulit memastikan bantuan tepat sasaran. Problemnya, sampai kini Indonesia masih belum memiliki basis pendataan yang akurat.

Singkatnya, pemberantasan kemiskinan ekstrem di Indonesia merupakan konsensus bersama. Target ini (sekali lagi) tidak hanya hasrat pemerintah pusat, namun juga milik Pemda. Evaluasi juga perlu dilakukan secara reguler untuk memastikan program-program berjalan sesuai rencana. Selain itu, opsi pemberdayaan merupakan poin utama dan perlu digencarkan demi perbaikan kualitas penanganan kemiskinan. Jangan sampai program bantuan pemerintah banyak dalam wujud program karikatif yang hanya akan membuat individu makin tergantung. Pemerintah juga harus memberikan program spesifik dengan cara memetakan kemampuan tiap-tiap kelompok rentan tersebut. Model ini akan meningkatkan kapasitas masyarakat rentan lewat bantuan yang mengungkit kemampuan warga (pelatihan, modal, dan lainnya). Pendidikan yang layak, fasilitas pelatihan, serta perbaikan sektor kesehatan, menurut Amartya Sen (1999), merupakan bagian terpenting peningkatan kapabilitas sumber daya insani.


Pandemi dan Kemiskinan Ekstrem

Amartya Iqra Akhlaqi, peneliti The Reform Initiatives (TRI) dan Mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi UI (Program Internasional)