Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Oase Institute Gelar Diskusi Pendidikan dalam Bayang-bayang Radikalisme

Oase Institute Gelar Diskusi Pendidikan dalam Bayang-bayang Radikalisme



Berita Baru, Malang – Puluhan mahasiswa, akademisi, dan aktivis perdamaian menghadiri Kedai Bineka di Gazebo Raden Wijaya Universitas Brawijaya (UB), Rabu, 12 Juni 2024.

Kedai Bineka merupakan ruang perjumpaan intelektual yang diselenggarakan Oase Institute yang bekerja sama dengan UPT PKM UB, CCDS, Lakpesdam NU Kota Malang, dan Fikroh Nahdliyyah. Seri Wacana keempat itu mendiskusikan tentang Pendidikan dalam Bayang-bayang Radikalisme. Di mana, secara spesial hadir sebagai pembicara inti, Prof. Mun’im Sirry.

Kegiatan dibuka oleh Al Muiz Liddinillah, selaku ketua pelaksana. Muiz menyambut hangat kehadiran para peserta. Ia juga mengaku sangat senang atas terselenggaranya kegiatan itu, di mana dihadiri oleh para mahasiswa, akademisi, dan aktivis.

“Diskusi ini mengajak kita membaca ulang pendidikan kita. Berdasarkan hasil riset Mun’im, pendidikan sekolah dan kampus di Indonesia tengah mengidap intoleransi dan radikalisasi. Maka, penting untuk kita diskusikan,” tambah Muiz yang juga pegiat Oase Institute dan Lakpesdam NU Kota Malang.

Diskusi lebih lanjut dipandu oleh RA. Novita Zaini. Vita membuka dengan menyapa peserta diskusi. Selain itu, Vita juga mengenalkan para narasumber yang hadir.

Mohamad Anas selaku Kepala UPT PKM UB menyambut ramah kehadiran Mun’im Sirry dan juga para peserta. Ia mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan rutin UPT PKM UB. Anas juga menanggapi hasil penelitian Mun’im dalam buku Pendidikan dan Radikalisme.

“Buku yang ditulis Pak Mun’im ini menggunakan teori konversi dalam meneliti radikalisasi di sekolah atau kampus. Ada enam model konversi, di antaranya perpindahan melalui pengaruh pertemanan, perpindahan melalui penegakan aturan, dan perpindahan melalui keluarga,” tegas Anas yang juga Ketua Lakpesdam NU Kota Malang.

Sedangkan Mun’im Sirry mengaku telah menulisnya dua tahun lalu, dan terbit pada tahun 2023. Banyak hal-hal yang baru bagi orang-orang barat yang perlu diketahui tentang radikalisasi. Hasil penelitian yang bersifat lokal di Indonesia ini hanya bisa dibaca di Indonesia. Kasus lokal tidak diletakkan dalam kerangka yang lebih luas, menurutnya.

“Radikal in the houseplace, menjadi radikal selalu ada konteks yang berbeda. Seperti bertemu dengan teman, putus cinta hingga ketemu dengan ustad. Menjadi radikal itu banyak faktor,” tambah Mun’im, pengajar di Notre Dame University Amerika Serikat itu.

Mun’im juga mengatakan bahwa minimal ada tiga cara toleransi dipahami. Pertama, membiarkan yang lain, ketika orang lain melakukan kesalahan (apatis). Kedua, toleransi karena ada unsur ketidaksukaan. Ketiga, menekankan pada hal-hal yang bersifat positif.

Dialog berlangsung gayeng dengan lima pertanyaan dari peserta. Beberapa pertanyaan adalah tentang apakah non muslim masuk surga, tafsir akan din, dan lainnya. Acara dipungkasi dengan foto bersama. (Dini/Farha)