Mufidah Cholil dan Psikologi Keluarga Islam Perspektif Gender
Berita Baru, Tokoh – Menikah bukanlah sesuatu yang sederhana. Banyak dimensi yang harus diperhatikan sekaligus disiapkan untuk menuju ke arah tersebut.
Pun, itu tidak saja tentang pihak yang mau melangsungkan pernikahan, tetapi juga pihak-pihak lain yang beririsan langsung dengannya, seperti Kantor Urusan Agama (KUA), Pengadilan Agama (PA), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Menurut Mufidah Cholil, seperti disampaikannya dalam gelar wicara Bercerita Beritabaru.co ke-75 pada Selasa (30/11), hal tersebut bisa sedemikian adanya karena orientasi perkawinan adalah keluarga sakinah.
“Tujuan perkawinan itu keluarga yang sakinah,” ungkapnya dalam diskusi yang ditemani oleh Diah Bahtiar, host Beritabaru.co.
Keluarga sakinah, kata Mufidah, adalah konsep yang abstrak. Akibatnya, itu rentan dipahami hanya sebagai sesuatu yang bisa dijangkau melalui pendekatan fikih.
“Padahal, justru kalau kita hanya menggunakan pendekatan fikih, keluarga sakinah akan sulit dicapai,” kata founder Founder Women Leadership Center (WLC) Elshavia Malang ini.
“Selama ini, yang terjadi di lapangan masih memakai pendekatan fikih untuk merespons mereka yang mau nikah atau pun mau cerai, padahal ada sisi lain yang penting juga, yakni persoalan mental,” imbuhnya.
Mufidah berpendapat, pendekatan yang harus dibangun untuk menuju keluarga sakinah harus multidimensi, yaitu biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Pasalnya, bicara keluarga yang ideal itu pada dasarnya membincang soal kerangka berpikir, hak reproduksi, siapa yang berhak menentukan berhubungan badan, hak anak, konseling keluarga, keluarga sebagai sistem yang saling memengaruhi, dan sebagainya.
“Jadi, kita tidak bisa hanya menggunakan pendekatan fikih,” tegas profesor di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang ini.
Di aras pemberdayaan, Mufidah juga menyampaikan bahwa masyarakat membutuhkan semacam pojok keluarga (family corner) yang tidak saja fokus pada pendampingan perceraian, tetapi juga pra-nikah dan bahkan selama pernikahan berlangsung.
Mufidah menyebut demikian sebab selama ini family corner yang ada masih berkutat soal pendampingan perceraian. Itu pun tidak banyak.
“Soalnya bicara perkawinan itu soal keseluruhan, dari mau menikah dan bagaimana cara menjaga kehidupan rumah tangga yang sakinah,” ujar penulis buku Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender ini.