Menjaga Kemurnian Desain lewat Empati
Berita Baru, Tokoh – Ini adalah cerita tentang penciptaan, tentang keputusan-keputusan berat Bayu Edward dalam menciptakan produk-produk desain berdasarkan versi terbaik dan murni dari dirinya.
Bayu Edward adalah CEO dari Asanka, sebuah studio desain dengan kursi sebagai produk unggulannya. Ketika diundang dalam sesi Bercerita Beritabaru.co ke-56 pada Selasa (20/7), Bayu menjelaskan apa alasan di balik kenapa harus kursi.
Bagi Bayu, kursi adalah objek desain yang memiliki personalitas setelah mobil. “Iya, kursi dan mobil itu punya sifat, karakter, dan bahkan kebiasaan. Kursi itu unik,” ungkapnya dalam acara yang ditemani oleh Sarah Monica ini.
Dengan produk berupa kursi, lanjut Bayu, seorang perancang akan dimudahkan untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan konsumen, yaitu apakah konsumen sedang mencari produk yang sesuai dengan kepribadiannya atau sedang mencari produk untuk membentuk kepribadiannya.
Dua hal ini mendasar, kata Bayu, dan idealnya setiap perancang akan memikirkannya sebelum menciptakan suatu produk, apa pun itu. Sebab bicara desain tidak saja bicara soal fungsi, apalagi cuan, tetapi juga makna dan emosi.
“Betul, makna dan emosi. Semacam konteks yang berkaitan langsung dengan semesta kepribadian konsumen,” ujar laki-laki jebolan S2 Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Melampui kebutuhan masyarakat
Di benak Bayu, produk desain adalah relasi antara perancang, personalitas objek, dan kepribadian calon pengguna atau konsumen, sehingga desainer yang baik berpulang pada mereka yang menimbang secara mendalam kondisi pengguna.
Menariknya, kondisi pengguna di sini Bayu memahaminya bukan saja sebagai kebutuhan konsumen, tetapi juga sesuatu yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat tapi mereka belum menyadarinya.
“Kondisi ini mencakup juga soal kesadaran. Iya, kesadaran masyarakat akan sesuatu yang sebenarnya ia membutuhkan itu. Desainer harus bisa membaca hal tersebut,” jelasnya.
Ini tentu bukanlah kerja sederhana. Perenungan mutlak dibutuhkan di dalamnya dan perenungan awal yang seorang perancang penting melakukan adalah perenungan terhadap diri sendiri, perenungan ke dalam.
“Logikanya, dengan mencoba memahami diri kita sendiri dahulu, setidaknya kita akan mendapatkan secercah bayangan apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan masyarakat, tetapi mereka belum menyadarinya,” kata Bayu.
Untuk tujuan seperti ini, Bayu menceritakan, Asanka Studio sampai pada titik merumuskan metodologi tersendiri dalam mencipta dan yang pertama adalah niat atau good empathy.
Good empathy tidak lain adalah strategi untuk menjawab pekerjaan di muka, yakni untuk menyelami segenap dari pengguna melalui segenap diri kita, untuk memetakan di balik setiap apa yang dibutuhkan masyarakat.
Selain niat, ada lima (5) strategi lain—sebagai turunan dari good empathy—untuk menciptakan good design, meliputi good method, good respond, good product, good delivery, dan good illumination.
“Puncak dari metodologi ini adalah good illumination yang ini bisa kita pahami sebagai menjadi menginspirasi sekaligus terinspirasi. Jadi, ujung dari good design ya itu, menginspirasi dan terinspirasi,” ungkap Bayu.
Menuju keindahan tak terpecahkan
Satu hal lagi yang sayang jika dilewatkan dari Asanka—yang berdiri mapan pada 2016—dan Bayu Edward adalah betapa setiap produk desainnya memiliki nama.
Sebagai eksekusi dari empati atau kelindan antara personalitas objek desain, perasaan perancang, dan kebutuhan konsumen, Bayu memberi setiap produknya nama.
Nama-nama yang digunakan bayu kebanyakan nama perempuan, seperti Dinda dan Ayu. Ini tentu bukan tanpa alasan. Menurut Bayu, perempuan adalah salah satu dari tiga hal yang memiliki keindahan tak terpecahkan.
“Dua sisanya tentu alam semesta dan telur. Iya, telur. Bagiku alam semesta dan telur itu indahnya unik, rumit, dan bahkan tidak bisa dipecahkan,” ungkap Bayu sambil tertawa kecil.