Memperpanjang dan Memperbaiki Kualitas Hidup
(Direktur BPJS Watch)
Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP no. 53 tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh pada tanggal 4 Maret 2021. Kehadiran PP No. 53 ini adalah pelaksanaan amanat Pasal 65 Ayat (3) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 65 ayat (3) ini merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 64-nya yang menyatakan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan salah satunya dengan Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh. Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan. Organ dan Jaringan Tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Tentunya kehadiran PP No. 53 Tahun 2021 ini yang telah dinanti selama 12 tahun oleh masyarakat Indonesia, harus kita apresiasi bersama. Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan PP No. 53 ini. KPCDI menilai PP ini menjadi kabar baik bagi seluruh pasien yang membutuhkan transplantasi organ dan jaringan di Indonesia, khususnya bagi penderita gagal ginjal.
Dalam Penjelasan PP 53 ini disebutkan transplantasi sebagai temuan hebat di dunia kedokteran yang berhasil memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup ribuan pasien di seluruh dunia. Transplantasi organ, khususnya ginjal, di luar negeri diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan di dalam negeri karena berbagai faktor seperti sumber pendonor lebih banyak berasal dari pendonor hidup, belum adanya aturan yang memberikan kepastian hukum untuk transplantasi yang berasal dari pendonor mati batang otak/mati otak, faktor biaya, faktor budaya, dan rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya transplantasi organ.
Dengan lahirnya PP No. 53 ini diharapkan kendala-kendala tersebut dapat diatasi sehingga proses Tranplantasi Organ dan Jaringan Tubuh menjadi lebih berkembang lagi membantu rakyat Indonesia. Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) pun diatur dalam PP, baik dari peran meningkatkan donasi dan ketersediaan Organ dan Jaringan, sisi pendanaan (alokasi APBN dan APBD), sosialisasi, pembinaan RS yang menyelenggarakan Transplantasi, membuat Bank Mata dan Bank jaringan lainnya, dan membangun Sisitem Informasi Transplantasi. Seluruh fasilitas Kesehatan pun diharapkan mendukung upaya meningkatkan donasi dan ketersediaan Organ dan Jaringan melalui kegiatan pengerahan Pendonor.
Transplantasi Organ memang diidentikan dengan biaya mahal. Paket Biaya Tranplantasi Organ terdiri dari biaya pemeriksaan kelayakan dan kecocokan antara Resipein dan Pendonor; Biaya operasi Transplantasi organ bagi Pendonor dan Resipien, Biaya Perawatan paska operasi transplantasi organ bagi Pendonor dan Resipien, dan Iuran atau dana jaminan Kesehatan dan jaminan kematian bagi Pendonor.
Kabar gembira bagi masyarakat miskin, Pasal 15 ayat (3) PP No. 53 mengamanatkan bagi Resipien (pasien penerima donor) yang tidak mampu maka paket Biaya Transplantasi Organ diberikan bantuan sesuai dengan mekanisme jaminan Kesehatan nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI). Tentunya dengan Pasal 15 ayat (3) ini pelayanan Transplantasi Organ bisa diakses masyarakat miskin kita. Tidak hanya itu Pemerintah Pusat atau Pemda pun membantu Resipien dari masyarakat miskin untuk membayarkan penghargaan kepada pendonor yang tidak bisa menjalankan aktivitas atau pekerjaan secara optimal selama proses transplantasi dan pemulihan kesehatannya.
Bila Pemerintah membantu Biaya Transplantasi Organ dan Penghargaan bagi masyarakat miskin, tidak halnya dengan Transplantasi Jaringan (yang meliputi Transplantasi Jaringan Mata dan Jaringan Tubuh lainnya) bagi masyarakat miskin. Dalam PP 53 ini tidak disebutkan tentang bantuan biaya Transplantasi Jaringan dari Pemerintah Pusat maupun Pemda kepada masyarakat miskin, sehingga peluang masyarakat miskin mengakses Transplantasi Jaringan sangat kecil mengingat biaya Transplantasi Jaringan tidak akan terjangkau oleh masyarakat miskin.
Seharusnya Pemerintah juga membantu membiayai Transplantasi Jaringan ini, mengingat ketidakmampuan masyarakat miskin membiayainya sendiri. Pemerintah harus memberikan keadilan bagi masyarakat miskin untuk mengakses Transplantasi Jaringan.
Saya nilai Pemerintah harus merujuk pada Pasal 5 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai dasar membiayai Transplantasi Jaringan bagi masyarakat miskin. Pasal 5 ayat (3) ini mengamanatkan setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam Penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan “kelompok masyarakat yang rentan” antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.
Dengan Pasal 5 ayat (3) UU HAM ini Pemerintah seharusnya membiayai Tranplantasi Jaringan kepada masyarakat miskin sehingga Negara benar-benar mampu memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat miskin yang membutuhkan Transplantasi Jaringan.
Kehadiran PP No. 53 Tahun 2021 ini sudah baik, namun demikian ke depannya kita berharap bersama Pemerintah mau juga membiayai Transplantasi Jaringan bagi masyarakat miskin kita.
Pinang Ranti, 2 April 2021