Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

KLHK
Davida Ruston Khusen host Beritabaru.co dan Sekretaris Utama BRGM Ayu Dewi Utari dalam podcast seri ke-19 Publikasi dan Diseminasi Praktik Baik: Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Sabtu (12/3).

Mangrove, Pelindung Ekosistem Bernilai Ekonomi Tinggi



Berita Baru, Jakarta – Mangrove sebagai jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat air payau dan air laut memiliki manfaat luar biasa. Selain memiliki fungsi menjaga ekosistem alam, tanaman bakau ini juga memiliki nilai ekonomis.

Ayu Dewi Utari, Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyebut dari berbagai jenis pohon mangrove, ada beberapa yang dapat dimanfaatkan untuk bahan domestik, makanan dan minuman, seperti pewarna batik, kecap, sirup hingga kopi.

“Ini yang belum terlalu dikenal, jenis-jenis mangrove itu macam-macam, ada Avicennia, Sonneratia, Rhizophora dan lain-lain. Misalkan dari Sonneratia (ada orang sebut pedada, jerukan) buahnya itu bisa dibikin sirup,” kata perempuan yang akrab disapa Ayu itu.

Pernyataan itu ia sampaikan dalam seri Podcast ke-9 Publikasi dan Diseminasi Praktik Baik: Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, yang bertajuk ‘Pengelolaan Mangrove dan Pesisir yang Responsif Gender’, yang tayang di Channel YouTube Beritabaruco, Sabtu (12/3).

“Kalau di daerah Surabaya, itu dibikin kecap.  Terus kulit batang mangrove itu pewarna yang sangat bagus sekali. Jadi sekarang sudah sangat terkenal batik mangrove, itu Natural. Yang terkenal dimana-mana biasanya sirup,” ungkapnya.

Bahkan menurutnya, ada juga hasil olahan masyarakat yang berupa kopi mangrove. “Terus ada lagi kopi mangrove. Memang dia tidak an sich kopi ya, dia campuran dari kopi, ada olahannya,” sambungnya pada acara yang dipandu Davida Ruston Khusen ini.

Ayu melihat sudah banyak masyarakat lokal yang dapat menerima manfaat ekonomi dari pohon mangrove. Meski rata-rata dari mereka masih terkendala di beberapa faktor, seperti modal, pengolahan, dan pemasaran.

“Kalau masyarakat lokal uda gunakan itu, bisa dijual. Cuman mungkin mereka terbatas modal, kurang mengerti cara mengolah yang bersih dan higienis. Akhirnya terbatas disitu-situ aja,” teranganya.

Melihat potensi nilai tambah tersebut, Ayu kemudian menekankan BRG bekerja tidak hanya murni pada persoalan rehabilitasi, namun juga melakukan dan menjalankan beberapa program ke arah pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat.

Karena ia berpandangan, kalau BRG sebatas bekerja menanam itu hanya jadi call center. Sehingga pihaknya juga mempunyai inisiatif untuk terus memperkenalkan kepada masyarakat terkait nilai tambah ekonomis dari pohon mangrove yang ditanam.

“Ngapain saya menanam, sementara masyarakat butuh sesuatu untuk penghasilan kehidupan sehari-hari, untuk pengeluaran mereka. Jadi kita harus memperkenalkan kepada mereka, ada nilai tambah lo dari mangrove,” urai Ayu.

Ayu juga menjelaskan, BRGM juga terus melakukan pelatihan untuk meningkatkan hasil produk. Mulai dari proses produksi hingga penjualan, salah satunya dengan memperkenalkan masyarakat dengan teknologi.

Step by step,  kami disitu ngundang ahli-ahli yang memang sudah punya pengalaman. Atau kami ngajakin mereka yang uda punya pasar untuk berbagi pengalaman,” ungkapnya.

“Atau sisi lain kita mengadakan Mangrove Week, disitu kita memperkenalkan produk-produk mangrove. jadi memang banyak cara yang kami lakukan termasuk kampanye,” tukas Ayu.