Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bupati Iskandar Khotbah Idulfitri
Suasana jemaah sholat Idulfitri saat mendengarkan khotbah Bupati Bolsel, Iskandar Kamaru, yang digelar di lapangan alun-alun Molibagu. (Foto: Apri)

Mahfud MD Minta Pemda Izinkan Ormas Pakai Fasilitas Publik untuk Shalat Idul Fitri



Berita Baru, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menghimbau agar pemerintah daerah (pemda) mengakomodasi penggunaan fasilitas publik untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah atau 2023 Masehi pekan ini.

Hal ini diungkap Mahfud merespon soal beda jadwal sholat Idul Fitri 1444 Hijriah, menyusul polemik penyelenggaraan sholat ied warga Muhammadiyah di lapangan terbuka Pekalongan dan Sukabumi yang sempat tidak mendapat izin oleh Pemda.

Menko Polhukam Mahfud MD mengajak semua pihak untuk selalu membangun kerukunan di tengah potensi perbedaan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah tersebut.

“Pemerintah menghimbau, fasilitas publik seperti lapangan yang dikelola Pemda agar dibuka dan diizinkan untuk tempat shalat idul fitri jika ada ormas atau kelompok masyarakat yang ingin menggunakannya,” kata Mahfud MD dalam keteranganya di akun Instagram @mohmahfudmd, Selasa (18/4).

“Pemda diminta untuk mengakomodasi. Kita harus membangun kerukunan meski berbeda waktu hari raya,” tambahnya.

Lebih lanjut, Mahfud MD menjelaskan terkait perbedaan tafsir terhadap pemaknaan tanggal 1 Syawal sebagai penanda Idul Fitri tiba, khususnya NU dan Muhammadiyah. Baginya, perbedaan waktu hari raya sama-sama berdasar Hadits Nabi.

Berpuasalah kamu jika melihat hilal (bulan) dan berhari rayalah jika melihat hilal” (Shuumuu biru’yatihi wa afthiruu birukyatihi). Maksudnya setelah melihat hilal tanggal 1 bulan Hijriyah. Melihat hilal bisa dengan rukyat, bisa dengan hisab,” jelas Mahfud.

Diterangkan, rukyat adalah melihat dengan mata/teropong seperti praktik zaman Nabi. Hisab adalah melihat dengan hitungan ilmu astronomi. Rukyat tentu didahului dengan hisab juga untuk kemudian di cek secara fisik. 

“NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya pada tanggal 1 Syawal. Bedanya hanya dalam melihat derajat ketinggian hilal,” tegas Mahfud.

Jadi cara memahami, lanjutnya, secara sederhana begini. NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya tanggal 1 Syawal, hanya beda pilihan ukuran ufuk. 

“Sama juga, misalnya, umat Islam sama-sama melaksanakan shalat dzuhur saat matahari lengser ke arah barat sekitar jam 12.00. Tetapi yang satu salat jam 12.00, yang satu salat jam 13.00. Sama benarnya, tak perlu ribut,” pungkasnya.