Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Korban Penggusuran di Labuan Bajo Tuntut Keadilan saat KTT ASEAN di Jakarta
(Foto: LSM Ilmu)

Korban Penggusuran di Labuan Bajo Tuntut Keadilan saat KTT ASEAN di Jakarta



Berita Baru, Jakarta – Warga yang menjadi korban penggusuran proyek strategis nasional (PSN) di Golo Mori, Labuan Bajo, Manggarai Barat, menggelar aksi protes di tengah perayaan KTT ASEAN ke-43 yang berlangsung di Jakarta. Mereka menuntut tanggung jawab pemerintah atas hak-hak yang telah dirampas, termasuk penggusuran rumah, pekarangan, dan lahan persawahan tanpa ganti rugi.

Salah satu warga yang terkena dampak penggusuran, Viktor Frumentius, mengungkapkan bahwa negara telah merampas hidup mereka.

“Kami terpaksa menempuh perjalanan jauh ke Jakarta, dengan biaya sendiri, untuk memastikan hak-hak kami yang telah dirampas dipertanggungjawabkan pemerintah,” katanya dalam rilis resmi yang diterima Beritabaru.co pada Jumat (8/9/2023).

Upaya penggusuran tersebut dilakukan untuk membuka akses jalan sepanjang 25 kilometer dengan row 23 meter untuk menghubungkan Labuan Bajo dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Golo Mori. Infrastruktur jalan tersebut dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui perusahaan konstruksi BUMN Wijaya Karya (PT WIKA), dengan anggaran mencapai Rp. 407,04 miliar.

Sebelumnya, pada KTT ASEAN di Labuan Bajo, warga korban penggusuran telah menuntut keadilan kepada pemerintah, namun tuntutan mereka tidak didengar. Alih-alih mendapat perhatian, warga justru menghadapi larangan melakukan aksi, intimidasi, dan bahkan penuntutan hukum atas dugaan penghasutan.

Dalam perjalanan mereka ke Jakarta, warga didampingi oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk LSM Ilmu, Serikat Pemuda NTT, WALHI, KPA, Solidaritas Perempuan, YLBHI, dan JATAM.

Doni Parera, seorang pegiat LSM Ilmu, menyatakan, “Demi ayah langit dan ibu bumi dan leluhur yang telah wariskan tanah untuk kehidupan, kami akan terus perjuangkan hak-hak kami yang dirampas negara, meski intimidasi dan kriminalisasi terus membayangi kami.”