Komnas HAM Apresiasi Pembentukan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak oleh Polri
Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi langkah Kepolisian Republik Indonesia yang baru saja membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO). Pembentukan direktorat baru ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih efektif terhadap korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Berdasarkan Surat Telegram yang diterbitkan pada Jumat, 20 September 2024, Brigjen Pol. Desy Andriani telah ditunjuk sebagai Direktur Tindak Pidana PPA-PPO.
“Pembentukan Direktorat PPA dan PPO ini sangat penting, mengingat persoalan perdagangan orang dan kekerasan seksual telah menjadi isu serius yang mengancam perempuan dan anak di Indonesia,” ujar Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM sekaligus Ketua Tim TPPO dan TPKS Komnas HAM, dalam pernyataannya, seperti dikutip dari siaran pers pada Jum’at (27/9/2024).
Komnas HAM mencatat bahwa dalam periode 2021 hingga 2023, pihaknya menerima 345 aduan terkait kekerasan seksual dan 244 aduan mengenai pengabaian hak kelompok rentan. Selain itu, dari tahun 2023 hingga Februari 2024, sebanyak 92 aduan terkait TPPO telah diproses. Berdasarkan data tersebut, Komnas HAM menempatkan isu TPPO sebagai salah satu prioritas utama.
Selain itu, implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait aparat penegak hukum yang sering kali memfasilitasi jalur perdamaian dan menghentikan penyidikan kasus kekerasan seksual dengan alasan restorative justice. “Masih ditemukan beberapa kasus yang diselesaikan secara kekeluargaan, seperti perjanjian damai atau bahkan pernikahan antara pelaku dan korban. Hal ini jelas melanggar Pasal 23 UU TPKS, di mana penyelesaian perkara tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan, kecuali pelaku adalah anak,” tegas Anis.
Dengan adanya Direktorat PPA dan PPO, Komnas HAM berharap akan ada penanganan yang lebih serius terhadap kasus TPPO dan TPKS, yang sebagian besar korban adalah perempuan. Komnas HAM juga mendorong penambahan jumlah polisi perempuan (Polwan), yang saat ini hanya berjumlah sekitar 6% dari total anggota kepolisian.
“Peningkatan pemahaman terhadap UU TPPO dan TPKS juga penting dilakukan, mengingat cepatnya rotasi jabatan di kepolisian yang menjadi tantangan tersendiri dalam konsistensi penanganan kasus,” tambahnya.
Komnas HAM berharap pembentukan direktorat baru ini juga didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten dan anggaran yang memadai agar penegakan hukum terkait TPPO dan TPKS di masa mendatang dapat berjalan lebih efektif.