Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

koalisi ruu polri

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Revisi UU Polri



Berita Baru, Jakarta – Namun, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) menyatakan penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri).  Mereka menilai ini RUU tersebut akan memperluas kewenangan kepolisian secara berlebihan dan mengabaikan masalah mendasar dalam institusi kepolisian.

Koalisi menilai, RUU Polri mengandung pasal-pasal bermasalah yang dapat menjadikan kepolisian sebagai institusi “superbody”. Selain itu, RUU tersebut dinilai gagal menangani isu-isu fundamental seperti lemahnya mekanisme pengawasan dan kontrol publik terhadap kewenangan besar kepolisian dalam penegakan hukum, keamanan negara, dan pelayanan masyarakat.

Mereka mengatakan berbagai lembaga masyarakat sipil telah mengungkap bagaimana institusi Polri kerap menjadi “aktor pemegang monopoli” kekerasan, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), maladministrasi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga praktik-praktik korupsi. Data dari KontraS mencatat, antara Juli 2020 hingga Juni 2023, terdapat ribuan kasus kekerasan yang melibatkan kepolisian. Pada periode Januari-April 2024 saja, tercatat 198 peristiwa kekerasan oleh kepolisian.

“Kategori pelanggaran yang ditemukan mencakup penembakan, penganiayaan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa, tindakan tidak manusiawi, penculikan, pembunuhan, penembakan gas air mata, water cannon, salah tangkap, intimidasi, bentrokan, kejahatan seksual, hingga extrajudicial killing,” terang Koalisi Masyarakat Sipil dalam pernyataannya pada Selasa (4/6/2024).

Koalisi Masyarakat Sipil dengan tegas menolak revisi UU Polri yang diinisiasi oleh DPR. Mereka menuntut DPR dan Pemerintah segera menghentikan pembahasan revisi UU Polri dalam masa legislasi ini. Selain itu, mereka mendesak agar DPR dan Presiden tidak menyusun undang-undang secara sembarangan hanya demi kepentingan politik kelompok tertentu, serta mengabaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang seharusnya sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum.

“Pemerintah dan parlemen perlu melakukan evaluasi serius dan audit menyeluruh pada institusi Kepolisian dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara,” tegas Koalisi. Mereka juga mendesak agar pengawasan kerja Kepolisian diperkuat, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat. Pengawasan yang lebih ketat dan sanksi tegas diperlukan untuk individu pelaku pelanggaran serta perbaikan institusional guna mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang.

Koalisi juga mendesak DPR untuk memprioritaskan pekerjaan rumah legislasi lain yang lebih mendesak seperti Revisi KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, dan RUU Masyarakat Adat. Mereka menegaskan bahwa pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara, bukan justru mengancam demokrasi dan hak asasi manusia.