Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kenaikan Tarif PPN Menuai Pro dan Kontra, Apa Kata Ekonom?

Kenaikan Tarif PPN Menuai Pro dan Kontra, Apa Kata Ekonom?



Berita Baru, Jakarta – Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 mendapat sorotan dari kalangan ekonom. Meskipun pemerintah menyebut langkah tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan rasio perpajakan, ada pandangan berbeda yang diutarakan.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, rencana tersebut sebaiknya dibatalkan. Ia menyatakan bahwa pemerintah seharusnya memperluas objek pajak sebagai alternatif untuk meningkatkan rasio perpajakan.

“Dugaan kasus korupsi tersebut didapati dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Itjen Kementerian Keuangan, dan juga Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun),” ujar Bhima dalam keterangan resmi seperti dikutip dari dari CNBC Indonesia, Selasa (19/3/2024).

Sementara Menteri Koordinator Airlangga Hartarto mengkonfirmasi kenaikan tarif PPN tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang sudah disahkan sejak 2021.

Namun, Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), berpendapat bahwa kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 tepat waktu. Ia menilai bahwa pemerintah masih memiliki alternatif lain untuk meningkatkan rasio perpajakan, seperti mengejar pajak kelompok kaya terlebih dahulu.

Esther mengatakan kenaikan PPN bukan satu-satunya cara yang bisa diambil pemerintah untuk menaikan tax ratio. Dia mengatakan cara lain adalah dengan mengejar pajak progresif bagi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Selain itu, Esther menilai pemerintah juga masih punya ruang untuk mengejar Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Dengan kata lain, Esther meminta pemerintah untuk mengejar pajak kelompok kaya terlebih dahulu. “Sehingga yang dikejar wajib pajak yang kaya terlebih dahulu,” ujar dia.