Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Rasio Pajak PPN

Kenaikan PPN Menuai Kontroversi, Buruh Rakyat dan Industri Terancam



Berita Baru, Jakarta – Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen menimbulkan keprihatinan terutama bagi sektor riil. Hal ini tidak hanya berdampak pada konsumsi masyarakat tetapi juga dapat menggerus daya saing industri nasional karena meningkatnya biaya produksi.

Menurut Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef, Ahmad Heri Firdaus, jika kenaikan PPN menjadi 12 persen terlaksana, Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di Asia Tenggara.

“Artinya kalau (PPN) kita jadi di 12 persen, akan jadi yang tertinggi. Apalagi kalau menggunakan skema single tarif ya, ini yang tentu akan memberatkan konsumen yang 95 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok,” kata Ahmad seperti dikutip dari Antara, Kamis (21/3/2024).

Saat ini, negara-negara Asia Tenggara memiliki beragam tarif PPN, dengan Filipina sebagai yang tertinggi mencapai 12 persen, sementara Malaysia hanya 6 persen dengan sistem pajak barang dan jasa (GST).

Ahmad juga mengingatkan bahwa kenaikan PPN dapat mengancam daya saing industri karena biaya produksi yang meningkat, yang memicu penurunan daya beli masyarakat dan berdampak pada penurunan penjualan industri.

Peningkatan tarif PPN juga berpotensi mengurangi penerimaan pajak penghasilan (PPh) sementara biaya hidup terus meningkat. Penyesuaian input produksi, termasuk penggunaan tenaga kerja, menjadi langkah yang mungkin dilakukan oleh industri.

Kenaikan tarif PPN ini merupakan bagian dari penyesuaian pajak yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan negara. Namun, para ahli menekankan perlunya kalkulasi yang matang dari pemerintah untuk memperhitungkan dampak jangka panjang dan pendek dari kebijakan ini.