Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kemenkeu Kenakan Pajak Fasilitas Kantor

Kemenkeu Kenakan Pajak Fasilitas Kantor



Berita Baru, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengingatkan karyawan untuk melaporkan secara mandiri fasilitas yang diterima dari kantor selama periode 1 Januari hingga 30 Juni 2023.

Fasilitas tersebut, yang juga dikenal sebagai natura, belum dipotong pajak penghasilan (PPh) 21 secara langsung oleh perusahaan.

Hal ini disebabkan karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 yang mengatur pungutan pajak tersebut baru efektif berlaku mulai 1 Juli 2023.

“Dikarenakan belum dipotong oleh perusahaan, karyawan harus menghitung sendiri kenikmatan yang diterima. Meskipun belum dipotong, laporan tetap harus dilakukan untuk periode Januari hingga Juni 2023. Pelaporan ini merupakan kewajiban perpajakan, kami melihatnya pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Jika terdapat (natura), maka harus dilaporkan dan disetor secara mandiri,” ungkap Direktur Peraturan Perpajakan I, Hestu Yoga Saksama, di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, pada Kamis (6/7/2023).

Namun, DJP Kemenkeu memberi pengertian bagi kenikmatan yang diterima oleh pekerja sepanjang tahun 2022. Hal ini disebabkan karena kebijakan yang mengatur pungutan pajak tersebut baru diterbitkan pada tahun ini.

Yoga menjelaskan bahwa dalam aturan sebelumnya, fasilitas atau kenikmatan tersebut tidak dianggap sebagai penghasilan bagi karyawan. Oleh karena itu, tidak adil jika PPh 21 dikenakan kepada karyawan yang menerima natura pada tahun sebelumnya.

Meskipun demikian, Dirjen Pajak, Suryo Utomo, menyebut bahwa pihaknya memberikan opsi kepada wajib pajak yang telah melaporkan natura pada tahun 2022 dan ingin meminta pengembalian pungutan tersebut.

“Bagi yang telah membayarnya, pada tahun 2022 dapat diikhlaskan atau jika ingin meminta pengembalian, dapat memperbaiki SPT. Kami tidak mengatur apakah ini dipercepat atau tidak, kami memiliki platform restitusi,” tegas Suryo.

Sementara itu, Suryo membantah bahwa PMK Nomor 66 Tahun 2023 hanya berlaku untuk kalangan eksekutif atau pekerja elit. Menurutnya, tingkatan eksekutif dalam setiap perusahaan bisa berbeda-beda.

Ia menegaskan bahwa pemerintah mengukur berdasarkan apa yang diterima karyawan, bukan kelompok mana yang dikenai pajak. Suryo menekankan bahwa kebijakan ini diterbitkan berdasarkan asas kepantasan.

“Mengenai batasan, kami berbicara tentang kepantasan. Kami tidak menghadirkan cerita siapa yang ditargetkan. Yang kami lihat adalah sejauh mana pemberi dan penerima kerja sebanding. Jika dirasa tidak pantas, kami akan melakukan evaluasi ulang,” jelas Suryo.

“Kami mengarahkan pada pemberian, bukan individu. Karena tingkatan eksekutif bervariasi, perusahaan besar dan kecil memiliki perbedaan. Bukan siapa penerimanya, tapi apa yang diterimanya. Yang kami batasi adalah besaran yang pantas. Tingkatan eksekutif beragam, ada direktur, manajer,” tandasnya.