Jokowi Tekankan Pentingnya Kolaborasi dan Perikemanusiaan dalam Menangani Perubahan Iklim
Berita Baru, Jakarta – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dan berperikemanusiaan dalam mengatasi perubahan iklim.
Hal itu disampaikan saat Jokowi memberikan sambutan pembuka dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024 pada Kamis (05/09/2024) pagi di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
“Permasalahan perubahan iklim ini tidak akan pernah bisa terselesaikan selama dunia menggunakan pendekatan ekonomi, selama dunia hanya menghitung keuntungannya sendiri, dan selama dunia hanya mementingkan egosentrisnya sendiri-sendiri,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden menekankan bahwa penanganan perubahan iklim memerlukan kerja sama antara negara maju dan berkembang serta pendekatan yang tidak mengorbankan kepentingan rakyat kecil. Menurutnya, ekonomi hijau bukan hanya sekadar melindungi lingkungan, tetapi juga memastikan terciptanya kesejahteraan berkelanjutan bagi masyarakat.
“Ekonomi hijau bukan hanya tentang perlindungan lingkungan, bukan hanya itu, tapi juga tentang bagaimana menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, kesejahteraan yang berkelanjutan bagi rakyat,” tegas Presiden.
Presiden Jokowi juga menegaskan komitmen Indonesia dalam mencapai net zero emission dan berkontribusi terhadap dunia yang lebih hijau. Ia menyoroti potensi besar energi hijau di Indonesia, seperti energi terbarukan dan potensi besar hutan mangrove dalam penyerapan karbon.
“Indonesia memiliki potensi energi hijau yang melimpah, mencapai lebih dari 3.600 gigawatt. Kami juga memiliki PLTS apung di Waduk Cirata dengan kapasitas 192 megawatt peak, terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia,” jelasnya.
Selain energi terbarukan, Indonesia juga memiliki hutan mangrove seluas 3,3 juta hektare, yang mampu menyerap karbon 8-12 kali lebih baik dibandingkan hutan hujan tropis. Indonesia juga menjadi rumah bagi salah satu kawasan industri hijau terbesar di dunia, dengan luas mencapai 13 ribu hektare.
Namun, Presiden menekankan bahwa upaya ini tidak akan signifikan tanpa dukungan negara maju. Menurutnya, investasi, riset, teknologi, dan pendanaan yang meringankan negara berkembang adalah kunci untuk mempercepat penanganan perubahan iklim.
“Tapi semua itu tidak akan memberi dampak signifikan bagi percepatan penanganan dampak perubahan iklim selama negara maju tidak berani berinvestasi, selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas, dan selama pendanaan tidak diberikan dalam skema yang meringankan negara berkembang,” ungkapnya.
Di hadapan perwakilan dunia, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia siap bermitra untuk memaksimalkan potensi energi hijau dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ia berharap IISF bisa menjadi ajang untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
“Saya harap forum IISF ini dapat menjadi tempat bertemunya pengetahuan, tempat bertemunya pengalaman, tempat bertemunya sumber daya yang dapat menjadi modal bersama dalam berkolaborasi menghadapi tantangan iklim yang ada. Karena kolaborasi bukan pilihan, kemanusiaan bukan opsi, melainkan sebuah keharusan dan kewajiban,” pungkas Presiden.
Dalam acara tersebut, Presiden didampingi oleh beberapa pejabat tinggi, seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, serta Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.