JALA PRT Desak DPR untuk Bahas RUU PPRT dengan Cepat
Berita Baru, Jakarta – Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini, menekankan pentingnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) oleh DPR. Ia mengingatkan bahwa waktu pembahasan RUU tersebut terbatas, yaitu pada masa sidang 15 Mei-13 Juli 2023.
Lita meminta Badan Musyawarah (Bamus) dan Pimpinan DPR untuk segera menjadwalkan kelanjutan pembahasan RUU PPRT dalam Rapat Paripurna DPR RI.
“Jika tidak ditetapkan dengan segera, maka tidak akan ada pembahasan yang terjadi,” ungkapnya dalam konferensi pers JALA PRT dan Koalisi Sipil UU PPRT secara daring pada hari Selasa (23/5/2023).
Lita mengungkapkan kekhawatirannya bahwa RUU PPRT dapat terabaikan karena selain RUU tersebut, Bamus juga harus membahas RUU Kesehatan dan RUU Perampasan Aset. Ia menyoroti bahwa DPR akan sibuk dengan agenda Pemilu 2024 mulai pertengahan tahun ini hingga tahun depan. Dalam kesempatan tersebut, Lita mengingatkan bahwa RUU PPRT sudah terbengkalai selama 19 tahun.
Lita juga menyoroti substansi RUU PPRT, terutama terkait perlindungan yang sistematis dan berintegritas. Tujuan dari perlindungan ini adalah untuk memastikan hak-hak pekerja rumah tangga dengan keterhubungan antara kementerian dan subjek hukum yang terlibat.
Pendataan yang sistematis dan terintegrasi ini akan melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan, Jamsostek, BPJS Kesehatan, Kemensos, Kemenkumham, dan Kemendagri. Menurut Lita, substansi ini merupakan hal krusial karena RUU tersebut dirancang untuk memberikan perlindungan yang komprehensif bagi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja, mencakup sebelum, selama, dan setelah masa kerja.
Sebelumnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa RUU PPRT masih dalam proses pembahasan di Badan Legislasi. Ia menegaskan komitmen seriusnya terhadap pengesahan RUU PPRT dan menekankan pentingnya penyusunan RUU dengan sebaik-baiknya. Puan menegaskan bahwa RUU tersebut harus memberikan manfaat yang maksimal dan tidak menimbulkan kontroversi atau tumpang tindih dengan undang-undang lainnya.