Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jabodetabek Dihebohkan Suara yang Diduga Dentuman Gunung Anak Krakatau
(Foto: Info publik)

Jabodetabek Dihebohkan Suara yang Diduga Dentuman Gunung Anak Krakatau



Berita Baru, Jakarta – Sebuah dentuman mirip erupsi gunung berapi terdengar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa suara dentuman tersebut bukan berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK).

“Bukan dari GAK, melainkan dari sumber lain. Nah, sumber lainnya kami tidak bisa menentukan,” kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Khaerani, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/4/2020).

Menurut Nia, berdasarkan laporan dari pos pemantauan terdekat di sekitar GAK, petugas tidak menemukan bahwa dentuman itu berasal dari GAK karena intensitas erupsinya relatif kecil, sehingga tidak mungkin menghasilkan suara dentuman yang terdengar sampai 125 kilometer ke wilayah  Jabodetabek.

“Apalagi di pos pengamatan Gunung Anak Krakatau sendiri yang jaraknya 42 km. Itu tidak terdengar,” tegaanya.

Meski demikian, sebagaimana dilaporkan para petugas di sekitar pos pemantauan Gunung Gede, Bogor, dan Gunung Salak di Sukabumi  memang mendengar juga adanya suara keras. Tetapi mereka menduga bahwa suara tersebut berasal dari petir saat hujan petir yang terjadi menyusul erupsi di GAK. Demikian juga petugas di sekitar GAK.

“Jadi bukan hanya di Gunung Gede dan Gunung Salak yang mendengar petir, di sekitar Gunung Anak Krakatau pada saat bersamaan dengan erupsi itu memang terdapat juga hujan petir, karena saat ini sedang musim hujan disertai petir,” katanya.

Terkait dengan suara dentuman, PVMBG sendiri memasang alat bernama infrasound untuk merekam kemungkinan adanya sinyal akustik dari erupsi gunung api. 

Namun, infrasound hanya merekam gelombang suara yang tidak bisa didengar oleh telinga manusia, berbeda dengan dentuman yang terdengar oleh sebagian masyarakat di wilayah Jabodetabek.

“Jadi walaupun dengan alat itu dia terekam, tapi kan frekuensinya berbeda dengan dentumanyang langsung bisa terdengar oleh telinga manusia,” katanya.

Sedangkan Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar, dalam tulisannya di akun Instagram resmi PVMBG Kementerian ESDM juga sependapat dengan hal itu. 

Rudy menyimpulkan bahwa ancaman primer yang langsung dari erupsi GAK bersifat lokal karena lontaran batu atau lava hanya terlokalisir di tubuh gunung api.

“Sangat kecil kemungkinan, bahkan diabaikan ancaman bahaya seperti ini sampai ke Pulau Jawa atau Sumatera,” katanya.

Suara dentuman, kata dia, tidak merefleksikan eksplosivitas erupsi, tidak juga dapat dijadikan indkator akan terjadinya erupsi besar. Ancaman bahaya sekunder berupa abu vulkanik jangkauannya dapat lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin.

“Untuk hal itu PVMBG sudah menerbitkan VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) dengan kode warna orange,” katanya.

VONA tersebut sudah terintegrasi dengan sistem penerbangan sehingga tindak lanjut dari stakeholder dari penerbangan dapat dilakukan.

Untuk itu, PVMBG mengimbau masyarakat di Pulau Jawa dan Sumatera untuk tidak khawatir terhadap kemungkinan dampak erupsi GAK.

Sebelumnya, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani, menyatakan suara dentuman yang didengar sejumlah warga kemungkinan tidak terkait dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau, di Lampung.